14 Februari 2018

Untukku

Selamat Malam, Dilan.
Loh?
Oh salah ya wkwk maaf.
Selamat Malam, kamu.

Hujan di luar dingin di dalam. Ditemani secangkir teh hijau hangat tanpa gula, kebiasaan malam sebelum tidur yang aku suka. Lebih sehat dari kopi katanya, untuk sedikit menajamkan mata agar mau tertidur pada lebih sedikit larut malam.

Kembali membuka tulisan-tulisan lama. Tak sengaja. Berawal dari sedikit percakapan online dengan adik tingkat yang tetiba aku suka blognya. Seperti melihat diriku di waktu dulu. Tulisannya mengalir menceritakan hal sederhana dengan observasi dan pemikiran yang tajam. Mempertanyakan maksud-maksud makna kehidupan. Kejadian kecil selewat pandang yang ternyata dapat menggugah jiwa dan rasa. Tulisan yang berasal dari jiwa dan tanpa ada tendensi apapun. Beda kan rasanya?

Diantara tabulasi chrome ku malam ini yang penuh dengan hal preparation exam dan tips and tricks menjenuhkan. Aku melihat lagi tulisan lamaku. Ternyata sudah lama juga aku menjalankan blog ini. Yang aku ingat ini adalah blog ketigaku. Setelah blog pertama aku buat waktu SMP berisi diary anak sekolahan yang hidup masih sekedar main, lucu-lucuan, galau-galauan, belum merasakan quarter-life-crisis. Eh iya! aku pertama kali mengenal internet dan warnet saat SMP! nostalgia lagu-lagu jaman warnet SMP. Oiya fyi aku dulu suka banget sama Avenged Sevenfold loh, suka banget sampe punya merch kw nya, gambar-gambar skull ga jelas di buku tulis setiap jam pelajaran. wkwk duh alay tapi aku suka.

Blog yang kedua, kamu harus percaya ini ya, blog yang aku buat dengan judul Calon Menteri Pendidikan Nasional. Iya Beneran. Percaya deh. Ya walaupun diantara galau-galau masa SMP tersebut, aku masih sempat peduli pada sekitar pada suatu hal yang bermanfaat yaitu pendidikan. Berawal dari ketidaksukaan pada sistem pendidikan yang membedakan antara sekolah RSBI (Rintisan Sekolah Berbasis International) yang jelas-jelas itu sekolah negeri dengan bukan sekolah RSBI. Selain itu kejenuhan dengan sistem ujian terstandarisasi seperti Ujian Nasional yang di saat itu aku juga tidak menyangka itu berasal dari pemikiranku bahwa kemampuan siswa tidak bisa diukur dengan suatu hal yang standar. Kemudian lahirlah cita-cita menjadi Menteri Pendidikan Nasional. Hahahaha. Ingat sekali dalam blog itu penuh tulisan anak SMP yang sok-sok an mengkritik sistem pendidikan Indonesia. Sampai juga waktu itu lahir cita-cita jika aku tidak bisa menjadi mendiknas yasudah aku akan kerja di ranah kebijakan pendidikan. Kemudian berfikir kerja apa dan dimana. Kemudian aku ingat dulu waktu sesaat setelah Gempa Bantul 2006 sekolah-sekolah yang roboh dan siswa-siswanya diberi bantuan oleh suatu lembaga yang di setiap alat tulis dan kebutuhan sekolah lainnya seperti tas terdapat lambang dan tulisan dari nama lembaga tersebut. Yaitu UNICEF, haha ya benar sesederhana itu aku dulu pernah bermimpi kerja di UNICEF. Tapi seiring berjalannya waktu dan tekanan society semakin memasuki kehidupan. Sejak kelas 3 SMA mimpi itu aku hapus untuk suatu lain hal yang tidak bisa aku ceritakan. Aku berhenti memiliki antusias yang besar pada masalah pendidikan. Sekarang antusiasnya sedikit, maksutku bukan suatu tujuan, peduli tetapi bukan tujuan menuju ranah tersebut. Dan sedihnya blog itu aku hapus. tanpa orang tau aku punya blog tersebut. mungkin sedikit tetapi bahkan aku menyembunyikannya dari teman-teman SMA dan waktu itu juga sudah jarang menulis disana.

Blog ketiga adalah ini. Aku buat tahun 2014 pada semester 2 perkuliahan. Sampai sekarang bertahan. Yang sama pada awal mulanya tulisan seperti diary tetapi lebih banyak pandangan, resapan, dan kejadian. Yang awalnya personal hanya sedikit orang yang tau sampai pernah pada pengunjung peak tertinggi. Aku memang memutuskan blog ini bukan untuk disebar-sebar. Karena kebanyakan juga tulisannya untuk self-reminder. Membaca post lama mengingatkan diri siapa aku sebenarnya apakah aku berkembang lebih baik, atau aku melenceng ke arah yang tidak baik. Dan disinilah aku juga menceritakan pengalaman-pengalaman yang pernah aku jalani. Melewati umur dengan kejadian-kejadian menarik. Sederhana dengan makna dalam, besar dengan makna hambar. Semua ada disini. Dan akan tetap berlanjut.


Malam ini aku membuka post lama ini. Kumpulan video yang sengaja aku simpan karena aku suka melihatnya. Mengingatkanku pada apa yang sudah aku lakukan. Berada pada persinggungan ranah-ranah pekerja sosial yang aku waktu itu suka sekali, menjadi volunteer dan facilitator volunteer. Memaknai kehidupan yang ternyata tidak sesederhana yang aku bayangkan. Mengisi hati dengan kepedulian terhadap akar permasalahan sekitar. Apapun.

Rindu rasanya berkutat pada ranah-ranah tersebut. Tetapi saat ini tidak sedang waktunya. Awalnya aku merasa apakah aku keluar? Apakah aku sudah tidak peduli? ternyata bukan. sama sekali tidak. Aku hanya berhenti sejenak. Kenapa berhenti? Karena aku merasa perlu belajar. aku masih bodoh. aku masih belum bisa memberi apa-apa. ya benar seperti yang pernah aku bilang. bukan hanya tentang ketulusan dan kemauan tetapi juga perlunya diikuti dengan kekuatan intelektual, penguasaan teknologi, dan inovasi yang diharapkan dapat menghasilkan suatu yang lebih bermanfaat, lebih luas, dan lebih menjangkau ke akar permasalahan. Tidak kataku pada diri sendiri. kamu tidak keluar, hanya berhenti sejenak mengasah ketajaman pikiran, mental dan hati.

Walaupun terkadang jenuh terkadang ingin berhenti menggenggam nyalanya. Ingin berhenti dari segala macam persiapan ini. Ingin berhenti berkutat pada tulisan, argumen, opini ini. Ingin lebih banyak aksi walaupun kecil, seperti dulu. Atau malah ingin yang cepat dan melupakan segala usaha, ambil yang sekiranya mudah. Terkadang ingin sudah biarlah apamaumu kehidupan! Tetapi jangan, jangan menyalahkan, kamu hanya lelah, sejenak istirahatlah damaikan diri dan tumbuhkan rasa kata dan makna itu lagi. Entah bagaimana jadinya nanti, percayalah perjalananmu kali ini tidak akan sia-sia. Niatkan belajar. Belajar apapun lakukan dengan baik dan ikhlas. Tuhan sedang membimbingmu, memberikan perjalanan yang diluar dugaanmu tetapi baik untukmu. Percayalah Dia Sang Maha Pendengar dan Pemberi Jalan Terbaik.


11 Februari 2018

Ketimpangan

Halo, graduation tinggal beberapa hari lagi. Terus sekarang kamu ngapain? Nunggu hahaha. Santai sejenak. Mau cerita sesuatu. Agak random. Beberapa hari mengurung diri di kamar berselancar di internet menyusun strategi ke depan. Cukup membuat pusing tetapi di sisi lain ada hal kecil yang aku alami di masa pengurungan diri ini.

Kamarku terletak di rumah bagian belakang yang tepat setelah tembok kamarku itu ada rumah sederhana dari keluarga sederhana atau bisa dibilang keluarga dengan berpenghasilan rendah. Bapak, Ibu, Anak Lanang baru saja lulus STM, Anak perempuan masih SMA, dan yang paling kecil anak laki-laki umur 3 tahun. Kalau kalian tau yang namanya ‘Stunting’ ? ya anak terakhir itu termasuk dalam golongan Stunting. Ada beberapa percakapan yang tak sengaja aku dengarkan. Seperti:

‘Arep jaluk apa? Iwak pitik larang, lele larang, wes mangan sak anane, golek dhuwit ki susah.’

‘Jaluk mie ayam dhuwite sopo.’

Percakapan itu aku dengarkan saat diriku asyik berselancar di internet, saat merasa pintar dan mengangguk-angguk takzim menikmati isu-isu terkini, bacaan-bacaan berat dan secara entah itu utopis atau tidak seakan akan ingin ikut mengubah dunia saja.

Ibu di keluarga kecil itu galak sekali. Galak sekali. Suka memarahi anak-anaknya. Ya aku bisa memaklumi sih. Menghadapi harga pasar yang semakin mencekik tentu bukan suatu hal yang mudah untuknya dan dibalik itu semua aku paham hal tersebut juga demi anak-anaknya agar menjadi tangguh di masa depan.

Kemarahan itu sering aku dengarkan saat diriku asyik membaca thread tentang mengajari anak attitude yang baik bagaimana, harus ini itu seterusnya like a very normal people and family seperti yang dikatakan netizen-netizen di twitter tersebut. Dan ku kembali mengangguk-angguk takzim membacanya, berangan-angan seakan besok saat ku punya anak akan mengajarkan hal tersebut juga. 
Setelah aku menutup laptop dan internetku, terus aku berfikir, kenapa jadi semakin mengkotak-kotak gini ya, ga mengkotak sih tapi mungkin timpang. Tapi sejauh dan sedalam ini timpangnya? Aku tidak akan mengatakan bahwa internet benar dan real life yang salah dan perlu diubah. Aku kadang mikir sesungguhnya sudahlah kamu tidak usah banyak cakap dan teori. Respect terhadap sesama aja. Be adaptif dalam berbagai golongan. Salah satu cara adaptasi yang masih aku pegang sampai sekarang adalah jangan pernah merendahkan atau meremehkan orang lain, jangan pernah memberi status kepada mereka atau kepada dirimu sendiri. Karena semua sama, hargai dengan kesopanan yang sama. Ramahi dengan kesantunan yang sama. Suatu saat mungkin aku akan mengajarkan anak-anakku tentang attitude yang baik tetapi mungkin aku akan lebih menekankan pada toleransi, menghargai, dan being kind. Bahwa kita hidup bersama-sama kalaupun secara finansial kita lebih bisa jadi karena memang usaha memang privilege kita. Tidak ada suatu hal yang normal senormalnya, semua tergantung lingkungan masing-masing, tetapi kebaikan akan selalu ada tempat.   

Ada satu percakapan yang aku suka dan membuatku agak tersadar, baru terjadi beberapa hari yang lalu antara aku dan Mbak Mar. Waktu itu setelah aku mengurus dan mendaftar wisuda kemudian sorenya langsung ke Jakarta ngurus keponakan-keponakan. Mbak Mar, nanny nya keponakan Jakarta (Dea kelas 5 SD dan Dinda kelas 4 SD) mengajakku pergi jalan ke Mall terdekat untuk menemaninya beli baju dan biar sekalian nanti jemput Dea Dinda di sekolah. Saat akan pulang Mbak Mar ngajak beli es krim mcflurry tapi aku gamau karena lagi diet (wkwk) tapi yang pada akhirnya aku minta juga. dan mintanya pun banyak lebih tepatnya nyomot.

‘Mbak minta ya, hehehe’

‘Katanya diet, yaudah nih Mbak Hanum,’ tidak memperhatikan karena sedang mainan hape pesen grab taxi.

Aku ambilnya kan pake sendok aja ya. Terus enak banget kan, nambah lagi.  

‘mbak aku minta banyak ya hahahahaha’

‘hmmmm..’ sambil masih megang hape.

Terus pas nunggu Bapak Grab sambil terus aku minta es krim, Mbak Mar bilang

‘Aku seneng Mbak Hanum kayak gini’

‘nyam nyam hhmm apa? Maksutnya?’ sambil makan es krim

‘ya Cuma mbak Hanum dari saudara-saudaranya Bapak Ibu yang ga ngeliat aku itu rendah sebagai pembantu.’ (Bapak Ibu= Mas Mbak ku yang memperkerjakan mbak Mar)

‘hah? Maksutnya?’

‘Ya kayak gini mbak Hanum biasa aja minta eskrim ke aku, ga jaim ga ada jarak kayak temen biasa malah. Terus kalau di rumah mbak Hanum suka bantuin aku, bangun tidur pasti kamar udah bersih, bantu nyuci piring dan biasa aja. Ga marah ga apa, Mbah uti Bantul juga. Makanya aku selalu suka kalau mbak Hanum atau Mbah Uti Bantul ke Jakarta, pasti jajan dikasih duit dibantuin bersih-bersih rumah. Bahkan mbak Hanum mau ngerokin aku hahaha.’ (Mbah Uti Bantul=Ibuku)

Terus aku tertegun. Speechless.  Ga makan eskrim lagi. Terus aku nanya.

‘lah emg kenapa mbak?’

‘ya beda kan, kan biasanya pembantu dianggap rendah, temen-temenku aja kalau aku ceritain ttg mbak Hanum sma Mbah Uti Bantul pada ga percaya karena mereka ga pernah ngalami seperti itu.’

‘ooooh…biasa aja mbak aku mah hahahah yaudah tu mobilnya dah dateng.’


Di sore itu, saat luar hujan deras tetapi aku merasa hatiku hangat tiba-tiba dan aku semakin percaya bahwa aku masih baik dan dalam keadaan baik-baik saja walaupun mungkin beberapa hari ini yang aku baca atau sekitarku banyak yang tidak mengenakkan untuk dilihat dan dipahami berbagai berita negatif. Itu tidak membuatku berhenti untuk menjadi seorang Hanum yang aku inginkan. 'Sudahlah jalani dan pikirkan dengan simpel, beri hati dan jiwamu dengan kebaikan yang simpel-simpel' kataku pada diri sendiri.