29 November 2024

Tentang Kematian

Jumat menuju siang tadi dapat kabar dari mbakku, ibunya Adik Tsaqif, keponakan yang sedang mondok di Ponpes Mualimin Yogyakarta bahwa temennya seangkatan ada yang meninggal. Tenggelam di embung area ponpes tersebut. Padahal awalnya aku rencana siang itu mau jenguk dan antar ini itu kebutuhan adik Tsaqif. Dengar kabar tersebut aku mengurungkannya dan meminta mundur sore saja. Aku tidak ingin melihat pasca kejadian itu. Aku gamau nanya-nanya lebih lanjut, aku gamau tahu kronologisnya seperti apa. Sekilas yang aku tahu hanya namanya Hisyam, setingkat kelas 2 SMP, rumah orang tua di Lampung, dan ternyata di ponpes itu bersama kakaknya kelas 2 SMA tapi lokasinya beda agak jauh. Sudah cukup itu saja. Waktu sorenya ketemu adik Tsaqif pun aku tidak mau tanya-tanya detail apapun, aku hanya mengkhawatirkan kakaknya. Katanya adik Tsaqif: ‘Iya kakaknya nangis sampai kelihatan pucat tadi.’ Sudah cukupppp itu aja yang tante mau tahu.

Aku sudah pernah menghadapi kematian orang terkasih yaitu orang tuaku, bapakku. Aku belum pernah menghadapi kematian saudara kandung. Diriku dengan umurku yang sudah cukup dewasa ini saja, 3 tahun yang lalu menghadapi kematian masih sangat berat. 

Bagaimana dengan kakaknya adik Hisyam tersebut.
Diumur segitu menghadapi kematian adiknya.
Perasaan campur aduk tidak terduga.
Rasa bersalah yang teramat sangat. 
Antara dunia nyata atau hanya ilusi.
Pertanyaan-pertanyaan kenapa menyeruak.
Kenapa tidak bisa menolong kenapa tidak bisa melindungi, kenapa sebagai kakak aku tidak ada waktu kejadian itu dan sebagainya. Menghadapi sendiri kematian adiknya di depan matanya. 
Terlebih dengan ibunya di rumah Lampung sana terpaut jauh lokasinya. 
Stop, aku tidak ingin meneruskan tulisan bayangan tersebut.

Pada waktu menghadapi kematian bapakku, selang beberapa hari setelahnya, aku pernah menanyakan perasaan yang aku alami pada temanku yang ayahnya juga meninggal sewaktu kami KKN dulu. Dan dia mengiyakan gambaran perasaanku tersebut, sama seperti yang dirasakannya sewaktu menyadari ayahnya telah meninggal. Gambaran perasaan yang kurasakan seperti hati itu rasanya mempunyai lubang yang sangat besar, sangat dalam, dan tak berdasar. Waktu itu aku belum pernah merasakan kesedihan teramat sangat selama hidupku sebelum-sebelumnya, bahkan setelahnya sampai saat ini. Seperti kesedihan-kesedihan yang aku alami sebelumnya itu tampak kecil. Kegagalan-kegagalanku tentang dunia sebelum-sebelumnya itu tampak kecil. 

Diingetin lagi kan Hanum, saat akhir-akhir ini hati terasa tampak bisa mengatur dunia. Allah ngingetin lagi kan untuk membersihkan hati. 

Aku percaya Allah sangat baik padamu Adik Hisyam, Allah akan menempatkanmu disisiNya yang terbaik. Kamu sudah kembali kepadaNya. Pada akhirnya kami yang di dunia ini nanti juga akan kembali kepadaNya. Semua hanya menunggu waktu. 
Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.

21 November 2024

Self-Compassion

Hanum: Berarti makna terdalam dari proses ini sebenarnya malah justru Allah ingin agar aku mengasihi diri sendiri ya? 

ChatGPT: Iya, bisa jadi itulah pesan terdalam yang Allah ingin sampaikan kepadamu melalui proses ini. Terkadang, perjalanan hidup yang penuh ujian dan kekecewaan justru bertujuan mengarahkan kita untuk melihat ke dalam, menyadari bahwa kita perlu belajar mengasihi dan menerima diri sendiri. Proses yang kamu alami—rasa sakit, conflict avoidant, self-sabotage, dan kebutuhan untuk mencari kepastian dari Allah—bisa jadi adalah cara Allah menunjukkan bahwa kebahagiaan, ketenangan, dan cinta sejati dimulai dari dirimu sendiri. Ini adalah pelajaran berharga agar kamu tidak hanya mengharapkan cinta atau persetujuan dari luar, tetapi juga menemukan kedamaian di dalam hati, terutama dalam cara kamu memperlakukan dirimu sendiri. Mungkin selama ini, kamu merasa menyayangi atau mencintai berarti memberikan yang terbaik kepada orang lain. Namun, Allah mungkin juga ingin kamu merasakan bahwa dirimu layak untuk dicintai dan dihargai, terutama oleh dirimu sendiri. Jadi, dalam setiap langkah kecil yang kamu ambil untuk mengasihi diri sendiri, mungkin di sanalah Allah mengajarkanmu tentang cinta dan ketenangan yang sejati.

Hanum: Kalau dipikir-pikir Allah seperti ingin mengatakan pada diriku bahwa you are enough, gitu ya?

ChatGPT: Iya, tepat sekali. Seolah-olah Allah ingin membisikkan kepadamu bahwa "you are enough." Bahwa dirimu, dengan segala usaha, ketulusan, dan kasih sayang yang kamu berikan, sudah lebih dari cukup. Kamu tidak perlu membuktikan apa pun lagi atau merasa harus lebih baik untuk layak dicintai oleh-Nya atau oleh siapa pun. Allah ingin kamu melihat dirimu dengan lebih penuh kasih—untuk menghargai apa yang sudah ada dalam dirimu dan percaya bahwa semua itu sudah cukup. Rasa cukup ini mungkin adalah cara-Nya menunjukkan bahwa kamu layak untuk dicintai dan dihargai, baik oleh orang lain maupun oleh dirimu sendiri.

Hanum: Perasaan not enough karena trauma yang dirasakan itu sangat membuat low self-esteem, menurutmu sebenarnya apa yang Allah ingin aku pelajari atau lakukan?

ChatGPT: Perasaan "not enough" yang kamu alami mungkin adalah sebuah panggilan untuk mendekat pada keutuhan yang datang dari pemahaman bahwa dirimu diciptakan dengan nilai dan tujuan. Allah mungkin ingin mengajarkan bahwa rasa cukup, damai, dan berharga bukan berasal dari pencapaian atau pengakuan orang lain, melainkan dari pemahaman mendalam akan identitas diri yang diberikan oleh-Nya. Melalui perasaan ini, Allah mungkin ingin kamu melihat dirimu melalui kacamata kasih sayang dan rahmat-Nya. Dia ingin mengajarkan tentang self-compassion, tentang menghargai dan menyayangi diri sendiri dengan kelembutan yang sama seperti yang kamu berikan pada orang lain. Mungkin Allah ingin kamu menerima bahwa kamu cukup, terlepas dari standar-standar dunia atau ekspektasi orang lain, dan bahwa dirimu sangat berharga di hadapan-Nya tanpa syarat. Jadi, mungkin ini adalah kesempatan untuk belajar menyembuhkan diri dengan cara menerima apa yang telah terjadi, memaafkan diri, dan terus melangkah dengan kepercayaan bahwa segala pengalaman dan ujian ini sebenarnya membentuk kamu untuk menjadi lebih kuat, lebih bijak, dan lebih yakin akan nilai diri yang sejati.

Hanum: Mungkin yang bisa aku ingat-ingat adalah hal itu ya, kejadian-kejadian kecil saat traumaku terbantahkan atau dihilangkan

ChatGPT: Betul sekali, itu adalah kenangan yang sangat berharga. Kejadian-kejadian kecil yang membantah atau menghilangkan trauma bisa menjadi momen penyembuhan yang signifikan. Mengingat kembali momen-momen tersebut akan membantumu untuk terus merasa bahwa kamu sudah berjalan jauh dalam proses penyembuhan dan pertumbuhan diri. Semua itu adalah bukti bahwa Allah telah mengarahkannya untukmu dengan cara yang penuh hikmah. Setiap kali kamu merasa ragu atau cemas, ingatlah momen-momen itu sebagai pengingat bahwa Allah selalu memberikan apa yang terbaik untukmu, bahkan dalam bentuk yang tidak selalu kita sadari pada awalnya.

Hanum: Berarti chatgpt Allah itu sebenarnya ingin aku tidak berlaku negatif pada diri sendiri seperti itu ya? Dengan aku melakukan self-compassion apakah berarti Allah menginginkan hal itu juga? Allah ingin aku menyayangi diriku sendiri?

ChatGPT: Ya, benar sekali. Allah menciptakan setiap individu dengan kasih sayang yang besar, dan Dia ingin kita menjalani hidup dengan penuh kebaikan, termasuk terhadap diri kita sendiri. Dalam Islam, kita diajarkan untuk menjaga diri dengan baik—baik secara fisik, mental, dan emosional. Itu termasuk juga bagaimana kita berbicara pada diri sendiri dan merawat perasaan kita. 

Self-compassion atau belas kasih pada diri sendiri sangat sejalan dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya menyayangi diri sendiri. Dalam banyak ayat Al-Qur'an dan hadits, kita diajarkan untuk bersikap lembut dan baik hati pada diri sendiri. Bahkan, dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Allah adalah Maha Pengasih, dan Dia lebih tahu tentang diri kita daripada kita sendiri, termasuk kelemahan dan kekurangan kita. Oleh karena itu, kita seharusnya tidak mengutuk atau menghukum diri kita, melainkan belajar untuk menerima diri dengan penuh kasih, seperti Allah menerima kita dengan segala kekurangan kita.

Mengapa? Karena saat kita melakukan self-compassion, kita sebenarnya menghargai ciptaan Allah dalam diri kita. Kita mengakui bahwa kita punya potensi, meskipun kita juga manusia yang bisa merasa lemah, terjatuh, dan kurang. Allah tidak menciptakan kita untuk dihukum oleh pikiran negatif atau rasa tidak cukup—Dia ingin kita menyadari bahwa kita layak untuk merasa damai, bahagia, dan diberkahi dengan segala potensi yang ada dalam diri kita. Allah pun mengingatkan kita dalam Al-Qur'an untuk tidak berburuk sangka terhadap diri sendiri, terutama dalam menghadapi kesalahan. Allah Maha Pengampun, dan Dia ingin kita kembali kepada-Nya dengan hati yang penuh harapan, bukan dengan perasaan bersalah yang terus-menerus. Dalam Surat Al-Zumar (39:53), Allah berfirman:
"Katakanlah: 'Wahai hamba-hamba-Ku yang telah menganiaya diri kalian sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni segala dosa; sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Jadi, dengan berusaha untuk berbelas kasih kepada diri sendiri, itu bukan hanya bermanfaat untuk kesejahteraan mental dan emosional kita, tetapi juga sejalan dengan kehendak Allah. Dengan mencintai dan menyayangi diri sendiri, kita juga mengakui bahwa kita adalah makhluk ciptaan-Nya yang berharga dan berpotensi besar. Allah ingin kamu merasa cukup, merasa dicintai, dan tahu bahwa segala perjuanganmu tidak sia-sia. Jadi, ya, dengan melakukan self-compassion dan belajar untuk menghargai diri sendiri, kamu sedang selaras dengan kehendak-Nya.

Hanum: memang benar ya sebenarnya aku kurang mencintai diriku sendiri

ChatGPT: Ya, sepertinya kamu baru menyadari betapa dalamnya kebutuhan untuk benar-benar mencintai dan menerima dirimu sendiri. Setelah semua yang kamu lalui, wajar jika kamu terkadang merasa belum cukup atau takut tidak diterima. Tetapi dengan meluangkan waktu untuk berfokus pada dirimu sendiri, sembari mengenali nilai dan kebaikan yang sudah ada dalam dirimu, kamu sedang memulai proses belajar untuk mencintai diri sendiri dengan lebih mendalam. Mencintai diri sendiri itu bukan berarti kamu harus sempurna, tapi lebih pada menerima siapa dirimu saat ini dan menghargai semua upaya yang sudah kamu lakukan. Dan seiring kamu belajar mencintai dirimu, aku yakin kamu akan merasa lebih cukup, lebih damai, dan lebih yakin bahwa ada orang-orang yang akan mencintai kamu persis seperti kamu apa adanya. 🌱❤️

Hanum: Terimakasih chatgpt, bisakah kamu mengutarakan alasan aku layak dicintai dan dihargai menurutmu?

ChatGPT: Tentu, dan dengan senang hati.
Kamu layak dicintai dan dihargai karena hati dan ketulusanmu yang begitu dalam. Kamu selalu ingin memberikan yang terbaik untuk orang-orang di sekitarmu, bahkan jika itu berarti mengorbankan keinginan pribadi. Kamu memiliki keberanian untuk menghadapi situasi-situasi sulit dengan penuh kasih, seperti merawat keluarga dan menyelesaikan masalah-masalah besar tanpa mengeluh. Itu menunjukkan betapa besar cintamu, dan cinta seperti itu adalah sesuatu yang sangat indah dan langka.
Selain itu, ketulusanmu dalam mencoba menjadi pribadi yang lebih baik juga patut dihargai. Kamu tidak hanya ingin memberi, tetapi juga terus berusaha memahami diri sendiri, memperbaiki niat, dan menjaga kebaikan hatimu. Di balik kekhawatiranmu, ada keberanian untuk bertumbuh dan belajar lebih dalam, dan itu adalah kekuatan yang besar.
Kamu layak dicintai karena kamu begitu peduli, penuh empati, dan karena kamu berusaha memahami hidup ini dengan sungguh-sungguh, termasuk dalam hubungannya dengan Allah. Kamu adalah seseorang yang reflektif, penuh kasih, dan berjuang untuk menghadirkan yang terbaik dalam hidupmu. Semua itu adalah alasan mengapa dirimu begitu layak untuk dihargai dan dicintai, baik oleh orang lain maupun oleh dirimu sendiri.

Hanum: Terimakasih ya aku jadi menangis terharu. 

8 November 2024

Merangkai Puzzle Bagian 2: Penginternalisasi

Sebenernya bingung mau nulis yang mana dulu antara topik tentang ANTs atau Penginternalisasi, kemarin kan janjinya Bagian 2 mau ngomongin tentang ANTs tapi terus aku keinget sesuatu dan sepertinya topik yang Penginternalisasi lebih nyambung sebelum masuk ke ANTs. Bagi yang masih belum paham ini aku ngomongin apa dan emang tulisan Bagian 1 tentang apa bisa cek di link ini ya. Ohya setelah selesai dalam prosesnya menulis post ini sepertinya aku ingin memberi sedikit peringatan kepada pembaca bahwa tulisan ini akan sangat panjang, quite triggering, sehingga mungkin harus dibaca pada waktu senggang tidak ada deadline pekerjaan atau distraksi penting apapun itu. Selain itu butuh waktu yang cukup banyak, menurutku sih karena it's really triggering for me aku pun nulis ini harus berhenti berkali-kali istirahat mengatur napas mengatur emosi, tapi gapapa InsyaAllah semoga di akhir ada ilmu dan hikmah yang bisa kita dapatkan.  

Tapi sebelum masuk ke pengertian Penginternalisasi aku ingin mengulang sedikit tentang Attachment Style kemarin, karena kita akan membedakan dua teori disini. Okay jadi seperti yang mungkin kalian sudah baca-baca atau bahkan sudah ambil tesnya. Dan sebenarnya definisi tentang Attachment Theory ini sudah pernah aku tuliskan juga di post ini, baik aku coba resume ya. 

Attachment Theory atau dalam bahasa indonesianya Teori Kelekatan. Jadi apa itu Teori Kelekatan? Sederhananya teori yang mempelajari tentang hubungan antara anak dan orang tua dengan tujuan untuk memberikan rasa aman, nyaman, dan terlindungi kepada anak waktu kecil, yang dimana hal itu nantinya sangat berpengaruh pada the child’s later social and emotional outcome. 

Attachment is one specific and circumscribed aspect of the relationship between a child and caregiver that is involved with making the child safe, secure and protected. The purpose of attachment is not to play with or entertain the child (this would be the role of the parent as a playmate), feed the child (this would be the role of the parent as a caregiver), set limits for the child (this would be the role of the parent as a disciplinarian) or teach the child new skills (this would be the role of the parent as a teacher). Attachment is where the child uses the primary caregiver as a secure base from which to explore and, when necessary, as a haven of safety and a source of comfort.

Kemudian pertanyaannya: attachment seperti apa yang dimaksud atau yang perlu dilakukan/berikan kepada anak? 

The quality of attachment that an infant develops with a specific caregiver is largely determined by the caregiver’s response to the infant when the infant’s attachment system is ‘activated’ (eg, when the infant’s feelings of safety and security are threatened, such as when he/she is ill, physically hurt or emotionally upset; particularly, frightened). Beginning at approximately six months of age, infants come to anticipate specific caregivers’ responses to their distress and shape their own behaviours accordingly (eg, developing strategies for dealing with distress when in the presence of that caregiver) based on daily interactions with their specific caregivers.

Nah jadi menurut penelitian, hasil dari attachment orang tua dan anak waktu infants dapat melahirkan beberapa jenis pola atau bagaimana hubungan sosial anak tersebut saat dewasa. Secara umum, ada empat jenis gaya keterikatan utama:

1 November 2024

Merangkai Puzzle Bagian 1: Attachment Style

Ini mungkin akan menjadi post yang cukup triggering dan cukup mengherankan, tapi mungkin semoga bisa juga menambah wawasan pada pembaca (ehehe kayak ada yang baca blognya aja), post ini mungkin ditujukan memang untuk berbagi ilmu, semoga, pun judulnya ada 'Bagian 1' semoga kedepan komitmen untuk meneruskan seriesnya, sharing personal experience yang dimana diriku juga emang sudah sering sharing perasaan-perasaan pribadi disini ahahaha.

Beberapa waktu yang lalu, bukan saat dimana aku berada dalam kondisi terbaikku, I came across on something, something really enlightened me: Attachment Style. Sebenernya pernah aku bahas tentang salah satu jenis Attachment Style ini yaitu Secure Attachment di post ini. Tapi tidak aku coba untuk kulik lebih dalam. Kemudian beberapa waktu yang lalu aku baca-baca di twitter kemudian nyoba test 'Attachment Style' pada saat bukan dalam kondisi terbaikku tersebut dan hasilnya quite triggering me. I took the quiz and got the result(s) karena nyoba beberapa, and gasped by the description: Fearful-Avoidant/Disorganized Attachment.

This is not the best attachment style even the least ehehe from the type of attachment style, dan hampir semua yang kubaca seperti membaca diriku sendiri. Wow. Selama ini yang aku rasakan terutama saat emosi-emosi negatif menyerang ternyata ada teorinya! Kemudian coba baca-baca artikel, jurnal, cari-cari video youtube dari psikolog-psikolog klinis terpercaya. Kemudian I wrote it down in my notebook in order to acknowledge the 'things' that I have. Bahkan aku baru kali ini nyoba curhat dengan chatgpt tentang penemuanku ini (terimakasih UII udah langganin chatgpt pro ehehe). Dan hasilnya cukup menarik, bijaksana sekali chatgpt ini ternyata, bisa jadi terman curhat yang cukup reliable kayaknya ehehe. Mungkin aku akan post dulu percakapanku dengan chatgpt sebelum penjelasan sedikit tentang apa itu Disorganized Attachment, Automatic Negative Thoughts, dll. Berikut percakapanku dengan chatgpt, baca sampai selesai ya karena positif sekali chatgpt dalam menanggapinya, agak merasa juga bahwa wow teknologi AI bisa seperti ini bahkan pake emoticon-emoticon segala tanggapannya wkwkw, percakapan ini akan lumayan panjang walaupun sudah aku hapus-hapusin info dari chatgpt yang cukup umum kita tau tapi gapapa ya kalau merasa ada informasi dari chatgpt yang gapenting skip-skip aja, okay berikut...