Sebenernya bingung mau nulis yang mana dulu antara topik tentang ANTs atau Penginternalisasi, kemarin kan janjinya Bagian 2 mau ngomongin tentang ANTs tapi terus aku keinget sesuatu dan sepertinya topik yang Penginternalisasi lebih nyambung sebelum masuk ke ANTs. Bagi yang masih belum paham ini aku ngomongin apa dan emang tulisan Bagian 1 tentang apa bisa cek di link ini ya. Ohya setelah selesai dalam prosesnya menulis post ini sepertinya aku ingin memberi sedikit peringatan kepada pembaca bahwa tulisan ini akan sangat panjang, quite triggering, sehingga mungkin harus dibaca pada waktu senggang tidak ada deadline pekerjaan atau distraksi penting apapun itu. Selain itu butuh waktu yang cukup banyak, menurutku sih karena it's really triggering for me aku pun nulis ini harus berhenti berkali-kali istirahat mengatur napas mengatur emosi, tapi gapapa InsyaAllah semoga di akhir ada ilmu dan hikmah yang bisa kita dapatkan.
Tapi sebelum masuk ke pengertian Penginternalisasi aku ingin mengulang sedikit tentang Attachment Style kemarin, karena kita akan membedakan dua teori disini. Okay jadi seperti yang mungkin kalian sudah baca-baca atau bahkan sudah ambil tesnya. Dan sebenarnya definisi tentang Attachment Theory ini sudah pernah aku tuliskan juga di post ini, baik aku coba resume ya.
Attachment Theory atau dalam bahasa indonesianya Teori Kelekatan. Jadi apa itu Teori Kelekatan? Sederhananya teori yang mempelajari tentang hubungan antara anak dan orang tua dengan tujuan untuk memberikan rasa aman, nyaman, dan terlindungi kepada anak waktu kecil, yang dimana hal itu nantinya sangat berpengaruh pada the child’s later social and emotional outcome.
Attachment is one specific and circumscribed aspect of the relationship between a child and caregiver that is involved with making the child safe, secure and protected. The purpose of attachment is not to play with or entertain the child (this would be the role of the parent as a playmate), feed the child (this would be the role of the parent as a caregiver), set limits for the child (this would be the role of the parent as a disciplinarian) or teach the child new skills (this would be the role of the parent as a teacher). Attachment is where the child uses the primary caregiver as a secure base from which to explore and, when necessary, as a haven of safety and a source of comfort.
Kemudian pertanyaannya: attachment seperti apa yang dimaksud atau yang perlu dilakukan/berikan kepada anak?
The quality of attachment that an infant develops with a specific caregiver is largely determined by the caregiver’s response to the infant when the infant’s attachment system is ‘activated’ (eg, when the infant’s feelings of safety and security are threatened, such as when he/she is ill, physically hurt or emotionally upset; particularly, frightened). Beginning at approximately six months of age, infants come to anticipate specific caregivers’ responses to their distress and shape their own behaviours accordingly (eg, developing strategies for dealing with distress when in the presence of that caregiver) based on daily interactions with their specific caregivers.
Nah jadi menurut penelitian, hasil dari attachment orang tua dan anak waktu infants dapat melahirkan beberapa jenis pola atau bagaimana hubungan sosial anak tersebut saat dewasa. Secara umum, ada empat jenis gaya keterikatan utama:
Secure attachment (Keterikatan aman): Individu dengan gaya ini merasa nyaman dalam hubungan, mudah mempercayai, dan cenderung merasa aman dengan kedekatan emosional. Mereka mampu mengekspresikan kebutuhan dan keinginan mereka secara terbuka.
Anxious-preoccupied attachment (Keterikatan cemas): Orang dengan gaya ini sering merasa cemas tentang hubungan, membutuhkan banyak kepastian dari pasangan, dan takut ditinggalkan atau tidak dicintai. Mereka sering kali merasa tidak cukup dalam hubungan dan menjadi sangat bergantung secara emosional.
Dismissive-avoidant attachment (Keterikatan menghindar): Individu dengan gaya ini cenderung menahan diri dari kedekatan emosional, tidak suka terlalu bergantung pada orang lain, dan lebih suka mengandalkan diri sendiri. Mereka mungkin menghindari komitmen atau cenderung menekan emosi mereka.
Fearful-avoidant attachment (Keterikatan takut-menghindar): Orang dengan gaya ini biasanya mengalami konflik antara keinginan untuk kedekatan dan ketakutan akan ditolak. Mereka mungkin ingin hubungan yang intim tetapi sekaligus takut terluka, sehingga mereka cenderung memiliki perilaku yang tidak konsisten dan sulit diprediksi dalam hubungan.
Nah selain itu, jadi ternyata caregiver yang dimaksud pada penjelasan di atas itu tidak hanya orang tua saja, walaupun memang orangtua adalah primary caregiver, tapiii caregiver ini adalah semua orang terdekat yang berinteraksi dengan infants atau anak-anak. Jadi misal kayak anak dimasukkan ke daycare gitu si pengasuhnya berperan sebagai caregiver, saat sekolah PAUD gitu si gurunya juga berperan sebagai caregiver, saat dititipkan tante atau neneknya gitu mereka juga perlu berperan sebagai caregiver yang dimaksud.
Children develop a hierarchy of attachments with their various caregivers. For example, a child with three different caregivers (mother, father and nanny) will have a specific attachment relationship with each caregiver based on how that specific caregiver responds to the child in times when the child is physically hurt, ill or emotionally upset; particularly, when frightened. If the mother reacts in loving ways most of the time, the child will develop an organized and secure attachment with the mother. That same child could develop an organized, insecure and avoidant attachment with the father if the father reacts in rejecting ways to the child’s distress most of the time. That same child could develop a disorganized attachment with the nanny if the nanny displays atypical behaviours during interactions with the child and has unresolved mourning or trauma.
Namun gaya keterikatan ini bukanlah sifat permanen, dan bisa berubah seiring dengan pengalaman dan perkembangan diri seseorang. Dengan memahami gaya keterikatan seseorang dapat membantu dalam memperbaiki komunikasi, mengelola emosi, dan menciptakan hubungan yang lebih sehat dan harmonis.
Nah setelah menulis tentang Attachment Style aku jadi teringat kalau punya buku yang membicarakan juga tentang hubungan antara anak-anak dengan pengasuhnya terutama disini orangtua yaitu Adult Children of Emotionally Immature Parents by Lindsay C. Gibson. Udah lama beli tapi belum tak baca kemudian pas baca kemarin waw lebih enlightening me, ternyata bukunya bagus tapi......cukup triggering dan lelah emosi saking betulnya yang ditulis. Banyak teori-teori, pengalaman, dan tulisan-tulisannya yang 'aku banget', malah aku justru lebih ngerasa banyak yang cocok dengan penjelasan pada buku ini dibanding penjelasan tentang Fearful-Avoidant/Disorganized Attachment. Nah salah satu yang dibahas dalam buku tersebut yaitu topik tentang Penginternalisasi, Okay mari kita simak penjelasannya ya.
Jadi buku ini menjelaskan tentang bagaimana orang tua yang tidak matang secara emosi atau disebut EIP (Emotionally Immature Parents) dapat membuat anak merasa diabaikan baik secara sadar maupun tanpa sadar. Terdapat empat tipe utama EIP yaitu:
Orangtua emosional: menanamkan perasaan tidak stabil dan kecemasan.
Orangtua penuntut: selalu berusaha menyempurnakan segala sesuatu dan semua orang.
Orangtua pasif: menghindari berurusan dengan hal-hal yang menjengkelkan.
Orangtua yang menolak: menarik diri, meremehkan, dan menghina.
Di buku ini dijelaskan dengan detail maksut-maksut dari 4 tipe EIP tersebut bahkan ada kisah-kisah pengalaman dari klien penulisnya yang berprofesi sebagai psikolog klinis keluarga. Tapi secara keseluruhan, anak-anak dengan orangtua yang tidak matang secara emosi akan mengatasi/coping kerugian emosional mereka melalui satu dari dua cara: menginternalisasi masalahnya atau mengeksternalisasikannya. Anak-anak yang menginternalisasikannya percaya bahwa semuanya bergantung pada mereka untuk mengubah keadaan, sementara yang mengeksternalisasikannya berharap orang lain yang melakukannya untuk mereka. Dalam beberapa keadaan seorang anak mungkin menganut kedua keyakinan tersebut, tapi kebanyakan anak utamanya menganut satu gaya koping atau yang lain ketika mereka berjuang untuk memenuhi kebutuhannya. Gaya yang dipilih biasanya lebih dipengaruhi oleh kepribadian dan pembawaan daripada pilihan. Akan tetapi idealnya perlu menyeimbangkan kedua gaya ini sehingga orang yang menginternalisasi belajar mencari bantuan keluar dan orang yang mengeksternalisasi belajar melihat ke dalam diri untuk mengendalikan. Nah kemudian akan aku coba tuliskan ulang sesuai yang dibukunya penjelasan dari anak-anak Penginternalisasi dan Pengeksternalisasi itu biasanya punya pandangan seperti apa ya, berikut.
Penginternalisasi
Orang yang menginternalisasi bersifat aktif secara mental dan senang belajar segala hal. Mereka berusaha memecahkan masalah dari dalam keluar dengan refleksi diri dan berusaha belajar dari kesalahannya. Mereka sensitif dan berusaha memahami sebab akibat. Melihat hidup sebagai kesempatan untuk mengembangkan dirinya, mereka menikmati menjadikan dirinya lebih kompeten. Mereka percaya bisa membuat segala sesuatunya lebih baik dengan berusaha lebih keras, dan mereka secara naluriah mengemban tanggungjawab untuk memecahkan masalah sendiri. Sumber utama kecemasan mereka adalah perasaan bersalah ketika mereka tidak menyenangkan orang lain dan takut dianggap sebagi pembohong/atau tidak bisa dipercaya. Kehancuran terbesar dalam hubungan mereka adalah sikap mereka yang terlalu mengorbankan diri sendiri dan kemudian merasa kesal atas banyaknya hal yang mereka lakukan untuk orang lain. Orang yang menginternalisasi mungkin menderita dalam diam dan terus terlihat baik-baik saja, sekalipun batin mereka sedang hancur. Sering kali, orang tidak menawarkan bantuan kepada orang yang menginternalisasi ini karena mereka tidak menyadari bahwa dia membutuhkannya.
Pengeksternalisasi
Orang yang mengeksternalisasi mengambil tindakan sebelum mereka memikirkan segala sesuatunya. Mereka reaktif dan bertindak secara impulsif untuk mengenyahkan kecemasan dengan cepat. Mereka cenderung tidak melakukan refleksi diri, menyalahkan orang lain dan keadaan daripada tindakannya sendiri. Mereka menjalani hidup sebagai proses coba-coba, tetapi jarang belajra dari kesalahan agar menjadi lebih baik di masa mendatang. Mereka sangat terikat pada gagasan bahwa segala sesuatu di dunia luar perlu diubah agar mereka bisa bahagia, percaya bahwa kalau saja orang lain memberikan apa yang mereka inginkan, masalah mereka akan teratasi. Gaya koping mereka sering kali merugikan diri sendiri dan merusak sehingga orang lain harus turun tangan untuk memperbaiki kerusakan dari tindakan impulsif mereka. Orang yang mengeskternalisasi merasa bahwa orang yang kompeten berutang bantuan kepada mereka dan cenderung percaya bahwa hal-hal baik yang terjadi pada orang lain itu terjadi secara tidak adil. Dalam aspek citra diri, mereka memiliki rasa percaya diri yang sangat rendah atau rasa superioritas yang berlebihan. Mereka bergantung pada ketenangan dari luar, yang membuat mereka rentan menyalahgunakan obat-obatan, hubungan yang adiktif, dan berbagai bentuk kepuasan langsung. Sumber utama kekhawatiran mereka adalah bahwa mereka akan terputus dari sumber-sumber eksternal tempat mereka menggantungkan rasa aman. Masalah hubungan tersbesar mereka adalah tertarik kepada orang yang impulsif dan terlalu bergantung pada orang lain untuk mendapat dukungan dan stabilitas.
Mengeksternalisasi menghalangi orang untuk bertumbuh secara psikologis, dan oleh karenanya dikaitkan dengan ketidakmatangan emosi. Sebaliknya, menginternalisasi mendorong perkembangan psikologis melalui penggunaan refleksi diri.
Pas baca penjelasan yang Penginternalisasi rasanya kayak wow this is so me banget setiap kata yang ditulis sangat tepat dan tidak ada satupun penjelasan yang meleset. Baru kali ini berasa kayak dibaca dimengerti dan dipahami. Di buku ini dijelaskan dengan detail mengenai bagaimana memahami pandangan dua jenis anak-anak tersebut dalam menghadapi dunia. Bahkan untuk gaya penginternalisasi ada penjelasannya khusus 1 bab karena menurut penulis biasanya orang-orang penginternalisasi lah yang mencari terapi dan suka membaca buku self-help, berusaha selalu mencari tahu apa yang bisa mereka lakukan untuk mengubah hidup mereka menjadi lebih baik. Okay karena saat baca aku merasa pada kontinum penginternalisasi yang cukup ekstrim maka akan kujelaskan lebih detail tentang penginternalisasi. Sebenarnya rasanya kayak pengen aku tulis semuaaaa tanpa merubah apapun 1 bab tentang penginternalisasi walaupun agak triggering, tapi gabisa ya ehehe okay aku coba ringkas:
Seperti apa sih rasanya menjadi penginternalisasi?
Penginternalisasi sangat sensitif dan perseptif
Penginternalisasi sangatlah sensitif lebih daripada kebanyakan orang, selalu memperhatikan segala hal. Mereka bereaksi terhadap kehidupan seolah-olah mereka adalah garpu tala emosi (wow kosakata garpu tala emosi ini sungguh sangat tepat), menangkap dan mendengungkan getaran dari orang lain dan dunia di sekitarnya. Sifat tanggap ini bisa jadi berkah sekaligus kutukan. Bisa jadi karena didorong untuk menyesuaikan diri dengan perasaan dan kebutuhan orang lain oleh sesuatu yang mendasar pada sistem saraf, nah penjelasan ini hampir sama dengan salah satu traitsnya Disorganized Attachment yaitu hypervigilance jadi punya kewaspadaan yang tinggi karena sudah terbiasa menghadapi turbulence and unpredictable emosi dari caregivernya jadi si anak selalu dalam mode waspada. Dari sini aku bisa lebih memahami kenapa lumayan sering bisa begitu waspada atau aware terhadap kondisi batin orang lain.
Penginternalisasi memiliki emosi yang kuat
Penginternalisasi cenderung tidak meluapkan emosi mereka seketika sehingga perasaan mereka berpeluang menguat ketika mereka menahannya dalam hati. Dan karena mereka merasakan segala sesuatunya dengan mendalam, tidaklah mengherankan jika penginternalisasi sering dianggap terlalu sensitif atau terlalu emosional. Ketika penginternalisasi mengalami emosi yang menyakitkan, mereka lebih cenderung sedih atau menangis-tampilan yang tidak dapat diterima oleh orangtua yang tidak suka terhadap penunjukkan emosi. Dan ketika penginternalisasi diberi tahu bahwa perilaku mereka bermasalah, mereka seperti mendapat pesan bahwa sifat merekalah yang menjadi masalah. Si anak akan bisa merasa terluka saat emosinya disepelekan karena dia tahu bahwa intensitas emosinya merupakan sifat yang tak akan pernah bisa diubahnya.
Penginternalisasi memiliki kebutuhan mendalam akan hubungan
Karena terlalu peka terhadap perasaan, penginternalisasi sangat sensitif terhadap kualitas intimasi emosi dalam hubungan mereka. Seluruh kepribadian mereka mendambakan keintiman emosi, mereka bisa jadi merasa sangat kesepian. Jika ada kesamaan di antara para penginternalisasi, itu adalah kebutuhan mereka untuk berbagi pengalaman batinnya. Sebagai anak-anak, kebutuhan mereka akan hubungan emosi yang tulus adalah fakta utama dari eksistensi mereka. Tidak ada yang lebih menyakiti jiwa mereka selain berada di dekat seseorang yang tidak mau terlibat dengan mereka emotionally. Ini bukan dorongan sosial seperti menginginkan seseorang untuk berbicara dengannya, ini merupakan keinginan yang kuat untuk dapat terhubung hati ke hati dengan orang yang berpikiran sama dan dapat memahaminya. Mereka mendapati tidak ada yang lebih membahagiakan daripada saat bisa terhubung dengan seseorang yang mengerti dirinya.
Ketika anak penginternalisasi memiliki orangtua yang sibuk sendiri, mereka sering berpikir bahwa dengan banyak membantu dan menyembunyikan kebutuhannya akan memenangkan cinta orangtuanya. Sayangnya, diandalkan tidak sama dengan dicintai, dan kehampaan emosi dari strategi ini pada akhirnya menjadi jelas. Meskipun demikian anak-anak ini terlanjur percaya bahwa harga untuk menjalin hubungan adalah dengan mengutamakan orang lain dan memperlakukan mereka sebagai hal yang penting.
Penginternalisasi memiliki naluri kuat untuk keterlibatan yang sungguh-sungguh
Disini ada penjelasan yang cukup triggering, but it's okay, Secara naluriah para penginternalisasi tahu bahwa ada kekuatan dalam sikap saling bergantung. Karena sifat tanggap dan kebutuhannya kuat akan keterlibatan sosial, anak-anak penginternalisasi biasanya mahir dalam menemukan sumber-sumber potensial hubungan emosional di luar keluarganya. Mereka memperhatikan ketika ada orang yang merespons dengan hangat, dan secara alamiah mencari hubungan dengan orang-orang yang aman di luar keluarganya untuk mendapatkan peningkatan rasa aman. Bahlan bisa juga dari binatang peliharaan dan mungkin juga ada yang merasa diasuh secara emosional saat mereka merasa selaras dengan keindahan alam atau seni sehingga lebih sering berpetualang sendiri ke alam dsb. Dari segi spiritualitas apalagi juga sangat bisa menghadirkan pengasuhan emosional merasa terhubung dengan kehadiran Tuhan yang menyertai mereka di segala situasi. Dorongan yang kuat untuk mendapatkan kenyamanan melalui hubungan erat memiliki manfaat lebih dari sekedar membuat orang merasa lebih baik. Ini bisa menjadi penyelamat hidup. Setiap orang membutuhkan rasa keterhubungan yang mendalam agar merasa aman sepenuhnya, dan itu bukan merupakan suatu bentuk kelemahan.
Penginternalisasi merasa menyesal karena membutuhkan bantuan
Ketika penginternalisasi akhirnya mencari bantuan, termasuk terapi, mereka sering merasa malu dan tidak pantas. Penginternalisasi yang tumbuh bersama orangtua yang tidak matang secara emosi selalu terkejut ketika perasaan mereka ditanggapi dengan serius, termasuk harus pergi ke terapi, mereka akan menganggap remeh/malu/'buat apa' penderitaannya. Jika penginternalisasi dipermalukan karena emosinya yang sensitif semasa kecil, sebagai orang dewasa mereka mungkin menjadi malu untuk menunjukkan emosi mendalam apapun. Mereka yakin bahwa perasaan terdalam mereka adalah gangguan bagi orang lain.
Penginternalisasi selalu terkejut jika seseorang menunjukkan ketertarikan yang tulus terhadap apa yang mereka rasakan. Biasanya penginternalisasi datang ke terapi psikolog merasa bahwa hal tersebut adalah hal terakhir yang dapat diharapkannya.
Penginternalisasi menjadi tidak terlihat dan mudah untuk diabaikan
Penginternalisasi sering kali terlihat kurang membutuhkan perhatian dan pengasuhan daripada para pengeksternalisasi karena mereka mengandalkan daya internalnya sendiri. Sebagai penginternalisasi, mereka malu untuk meminta tolong dan justru berusaha mengatasi masalahnya sendiri. Mereka tidak suka merasa dianggap seperti pengganggu. Ini menjadikan mereka anak yang tidak terlalu membutuhkan perawatan sehingga mudah diabaikan. Memang penginternalisasi yang mandiri terlihat baik-baik saja dengan perhatian yang sedikit tetapi bukan berarti mereka bisa bertahan dengan pengabaian emosi. Ketika mereka tumbuh dewasa, penginternalisasi yang mengalami pengabaian emosi terus merasa bahwa mereka harus melakukan segala sesuatunya sendiri, dan mereka sering kali cukup mahir dalam hal ini. Karena penginternalisasi suka belajar dan mengingat berbagai pengalaman, mereka mampu menyimpan apapun yang mereka dapatkan dari orang lain. Dengan menggunakan memori emosi mereka yang tajam, mereka bisa bersandar pada dirinya sendiri ketika mereka tidak mendapatkan pengasuhan yang cukup dari orang lain. Diperhatikan merupakan suatu hal yang tidak terduga bagi seorang penginternalisasi, mereka dapat sangat bersyukur atas penghargaan sekecil apapun.
Pengabaian emosi yang terus menerus menyebabkan anak-anak ini merasakan kekurangan emosi yang sering kali menjadi pengalaman yang senyap dan tak terlihat bagi anak-anak, merasakan kekosongan tetapi tidak tahu harus menyebutnya apa. Mereka akan tumbuh dengan menderita kesepian emosi, tetapi tidak tahu apa yang salah. Mereka hanya merasa berbeda dari orang lain yang terlihat sangat nyaman. Orang sering tidak menyadari bahwa mereka pernah mengalami pengabaian emosi sampai mereka mendengarnya untuk pertama kali. Kemandirian dalam diri anak penginternalisasi cenderung menimbulkan kesan bahwa mereka tidak mempunyai kebutuhan. Anak-anak yang dipaksa menjadi tangguh dan mengatasi masalah sendiri mungkin akan mengembangkan sikap menolak perasaannya sendiri. Penginternalisasi meyakini bahwa cara terbaik untuk membuat hubungan adalah dengan menjadi orang yang 'disukai' tanpa kebutuhan emosi. Jadi dia menyembunyikan perasaannya dan mencoba memainkan peran yang diinginkan oleh orang lain.
Penginternalisasi terlampau independen
Banyak orang yang terabaikan saat masih kecil tidak menyadari bahwa kemandirian mereka adalah suatu keharusan, bukan pilihan. Sayangnya, anak-anak yang menjadi sangat mandiri ini mungkin tidak belajar untuk meminta bantuan di kemudian hari ketika bantuan itu sudah tersedia. Sering kali psikoterapis atau konselor harus membujuk orang-orang ini agar menerima kebutuhan mereka akan bantuan sebagai hal yang masuk akal.
Penginternalisasi melakukan sebagian besar tugas emosi dalam suatu hubungan
Penginternalisasi memasukkan banyak tugas emosi ke dalam hubungan keluarganya dengan cara menggunakan empati, indikasi, dan kontrol diri untuk memupuk hubungan dan akur dengan semua orang. Ketika orangtua tidak matang secara emosi, anak penginternalisasi sering mengisi celah pengasuhan. Bentuknya bisa berupa bertanggungjawab secara berlebihan, seperti merawat adik-adiknya saat orangtua sibuk dengan emosinya atau bisa juga memperhatikan perasaan semua orang untuk melihat siapa yang sedih dan perlu ditenangkan. Anak penginternalisasi juga mungkin akan mengambil peran sebagai orang yang ceria dan riang berusaha membawa kebahagiaan dan semangat ke dalam iklim keluarga yang muram. Dengan semangat dan selera humor mereka yang baik mereka membantu orang lain untuk merasa bahwa keadaannya tidaklah terlalu buruk. Lebih lanjut, kepekaan alami penginternalisasi mendorong mereka untuk melakukan tugas emosi bagi orangtuanya bahkan meluas menjadi mengasuh orangtuanya dengan cara mendengarkan mereka, menawarkan penghiburan, dan memberi nasihat. Anak-anak ini dapat terikat untuk memainkan peran sebagai orang yang memberikan dukungan emosional jauh sebelum mereka cukup dewasa untuk melakukannya.
Banyak anak penginternalisasi juga yakin dan optimis bahwa ketika mereka sudah dewasa, mereka mampu mencintai orang lain dan menjalin hubungan baik dengan sendirinya. Penginternalisasi terbiasa memberikan sebagian besar empati dan melakukan lebih banyak daripada yang seharusnya dalam upaya menjadi akur dan untuk waktu yang lama mereka mungkin tidak sadar bahwa mereka mulai lelah sementara pihak yang satunya sama sekali tidak berubah.
Aku gamau nerusin lagi karena...emotionally drained dan triggering penjelasannya, intinya anak penginternalisasi selfless dan sejenis naif gitu penjelasannya.
Penginternalisasi meyakini bahwa mengabaikan diri sendiri akan mendatangkan cinta
Banyak penginternalisasi yang secara tak sadar mempercayai bahwa dengan mengabaikan diri sendiri adalah suatu tanda menjadi orang baik, padahal pengorbanan diri tersebut telah mencapai tingkat yang tidak sehat. Karena perhatiannya kepada orang lain, mereka dapat menjadi terlalu fokus pada masalah orang lain sampai lupa akan kebutuhannya sendiri dan mengabaikan bahwa kelelahan emosi bisa melukai mereka.
Aku juga gamau nerusin nulis tentang ini...karena it's quite triggering.
Dari penjelasan seperti apa sifat-sifat yang biasanya dimiliki oleh anak penginternalisasi tersebut, menurutku bisa dibagi lagi menjadi 2 jenis penginternalisasi, aku nyebutnya yaitu penginternalisasi aktif dan penginternalisasi pasif. Karena terdapat beberapa traits yang cukup berbeda/bertentangan dari semua yang dijabarkan di atas. Menurutku jadi seperti ini:
Penginternalisasi aktif: anak penginternalisasi yang merasa bertanggungjawab atas pengelolaan emosinya dan merasa perlu berusaha untuk fixing kondisi emosi disekitarnya secara aktif, kayak merasa harus ikut mengkondisikan keadaan emosi orang-orang sekitar agar tidak terjadi konflik dengan memperbaikinya.
Penginternalisasi pasif: anak penginternalisasi yang merasa bertanggung jawab dan berusaha menjaga ketenangan dengan menginternalisasi perasaan mereka. Tidak berusaha aktif untuk fixing kondisi emosi di sekitarnya tapi caranya dengan biasanya menghindar, berpikirnya yang penting aku tidak merepotkan secara emosional.
Penginternalisasi memiliki emosi yang kuat, tetapi takut mengganggu orang lain, membuat mereka mudah diabaikan oleh orangtua yang tidak matang secara emosi. Mereka mengembangkan fantasi semu bahwa mereka bisa mengubah perasaan dan perilaku orang lain terhadap mereka. Mereka bertahan dengan dukungan yang sedikit dari orang lain dan berakhir melakukan tugas emosi yang terlalu banyak dalam hubungan. Penginternalisasi dapat juga mengembangkan kecenderungan seperti berdiam diri, tidka menyampaikan, dan menghindari bantuan. Walaupun menginternalisasi jauh lebih kecil kemungkinan menciptakan konflik atau menyusahkan orang lain. Justru kesulitan yang dialami penginternalisasi bisa kemungkinannya lebih besar mengakibatkan tekanan batin/emosi.
Nah kemudian terkait perbedaan teori Attachment dengan Penginternalisasi-Pengeksternalisasi menurut ChatGPT:
-Pendekatan Teori: Attachment style berfokus pada ikatan emosional sejak kecil, yang kemudian berlanjut pada pola hubungan. Sedangkan penginternalisasi-pengeksternalisasi berfokus pada cara mengatasi emosi atau konflik, yang sering kali terkait dengan respons menghadapi stres atau lingkungan yang tidak stabil.
-Pengaruh pada Hubungan Dewasa: Attachment style cenderung memprediksi bagaimana seseorang membentuk dan mempertahankan hubungan, sementara penginternalisasi-pengeksternalisasi berpengaruh pada cara seseorang menyelesaikan konflik atau menangani tekanan emosional.
Menulis tentang ini rasanya lebih numb daripada nulis yang kemarin tentang Attachment Style. Sangat emotionally drained. Bahkan bingung, kerasa sekali emotionally numbness. Penjelasan tentang penginternalisasi ini seperti membuatku dilempar begitu saja masuk ke jurang tanpa dasar. Kemudian untuk mengobati emotionally numbness tersebut aku coba lagi chatting dengan chatgpt. Mari kita simak.
Hanum: Chatgpt, saya baru saja baca buku bagus tentang bagaimana hubungan anak dengan orang tua yang tidak matang secara emosi itu mempengaruhi cara pandang anak-anak terhadap hidupnya yaitu Adult Children of Emotionally Immature Parents by Lindsay C. Gibson. dalam buku tersebut kan ada dua gaya koping yang terbentuk oleh anak-anak yang mempunyai orang tua tidak matang secara emosi yaitu penginternalisasi dan pengeksternalisasi. mau tanya saya masih belum mendapatkan jawabannya kenapa bisa ada respons koping yang berbeda pada anak-anak yang punya orang tua yang sama misal? apa karena emang bawaan gen atau apa?
ChatGPT: Ini pertanyaan yang menarik! Respons koping yang berbeda pada anak-anak dari orang tua yang sama bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor, dan salah satu faktor pentingnya memang adalah kepribadian bawaan, termasuk faktor genetik. Tapi selain itu, ada beberapa faktor lain yang bisa berperan:
1. Kepribadian Bawaan (Temperamen): Setiap anak lahir dengan temperamen unik yang sebagian dipengaruhi oleh genetik. Anak yang lebih sensitif atau peka secara emosional mungkin cenderung menjadi penginternalisasi, karena mereka lebih rentan terhadap ketidakpastian dan mungkin lebih mudah merasa bertanggung jawab untuk menjaga keharmonisan. Anak yang lebih terbuka dan ekstrovert mungkin cenderung menjadi pengeksternalisasi, karena lebih nyaman mengekspresikan kebutuhan mereka ke luar daripada menyimpannya sendiri.
2. Posisi dalam Keluarga dan Dinamika Keluarga: Posisi seorang anak dalam keluarga (anak pertama, tengah, atau bungsu) juga memengaruhi bagaimana mereka berinteraksi dengan orang tua. Misalnya, anak pertama mungkin merasa lebih bertanggung jawab dan berusaha menjaga ketenangan dengan menginternalisasi perasaan mereka, sementara anak yang lebih muda mungkin merasa lebih bebas untuk mengekspresikan perasaan mereka.
3. Pengalaman Individual: Setiap anak memiliki pengalaman unik dengan orang tua mereka. Meskipun mereka berbagi orang tua yang sama, interaksi dan perhatian yang diterima bisa berbeda. Bisa saja salah satu anak lebih banyak menerima perhatian negatif atau positif, atau mengalami kejadian tertentu yang membentuk koping mereka dengan cara tertentu.
4. Pengaruh Lingkungan dan Sosial: Selain dinamika keluarga, pengaruh lingkungan sosial juga bisa membentuk koping anak. Teman sebaya, guru, dan figur lain di luar keluarga bisa memberi contoh atau pengaruh cara menghadapi tantangan emosional. Anak yang punya lingkungan pendukung di luar rumah mungkin lebih mudah menjadi pengeksternalisasi karena mereka merasa ada tempat untuk mengekspresikan diri.
Jadi, meskipun anak-anak memiliki orang tua yang sama, kombinasi dari kepribadian bawaan, pengalaman individu, dan pengaruh lingkungan bisa menyebabkan respons koping yang berbeda. Ini adalah hasil dari interaksi kompleks antara faktor genetik dan pengalaman hidup anak secara keseluruhan.
Hanum: terimakasih jawabannya, kemudian saya akan tanya yang poin kedua yaitu kenapa posisi bisa mempengaruhi? perbedaan apa yang biasanya ditemukan sehingga bisa memberikan respons koping yang berbeda? dan bagaimana biasanya setiap posisi anak tersebut memberikan koping?
ChatGPT: Pertanyaan menarik lagi! Posisi dalam keluarga atau urutan kelahiran (anak pertama, anak tengah, bungsu, atau anak tunggal) sering kali memang mempengaruhi respons koping karena setiap posisi cenderung memiliki tuntutan dan pengalaman emosional yang berbeda dari orang tua dan keluarga. Berikut adalah beberapa perbedaan umum yang ditemukan di setiap posisi serta bagaimana ini memengaruhi gaya koping mereka:
Anak Pertama:
-Tanggung Jawab dan Ekspektasi Tinggi: Anak pertama sering kali mendapatkan perhatian penuh dari orang tua saat lahir, dan mereka mungkin merasa menjadi "contoh" bagi adik-adiknya. Karena itu, orang tua cenderung memiliki ekspektasi yang lebih tinggi terhadap mereka, terutama terkait kemandirian, kedewasaan, dan kepatuhan.
-Gaya Koping yang Cenderung Muncul: Banyak anak pertama yang tumbuh dengan rasa tanggung jawab yang kuat dan cenderung menjadi penginternalisasi. Mereka berusaha keras memenuhi ekspektasi orang tua dan sering mengatasi masalah mereka sendiri tanpa meminta bantuan, karena merasa harus "tangguh." Namun, beberapa anak pertama bisa menjadi pengeksternalisasi, terutama jika mereka merasa orang tua sangat keras atau menuntut, sehingga mereka mencari dukungan dari luar.
Anak Tengah:
-Persaingan dan Keseimbangan: Anak tengah sering kali merasa perlu "menemukan tempat" dalam keluarga karena perhatian orang tua biasanya terbagi antara kakak yang lebih tua dan adik yang lebih muda. Mereka sering belajar untuk menengahi konflik dan mungkin menjadi lebih mandiri dalam mencari identitas mereka sendiri.
-Gaya Koping yang Cenderung Muncul: Anak tengah bisa memiliki koping yang sangat fleksibel. Mereka mungkin menjadi penginternalisasi jika merasa diabaikan, sehingga mereka mencari pemenuhan emosi di dalam diri. Namun, mereka juga bisa menjadi pengeksternalisasi yang mencari dukungan atau perhatian di luar keluarga jika merasa tidak mendapat cukup perhatian dari orang tua.
Anak Bungsu:
-Perhatian dan Harapan yang Rendah: Anak bungsu sering kali diperlakukan lebih "lunak" oleh orang tua, yang bisa merasa lebih santai dalam pengasuhan setelah mengasuh beberapa anak sebelumnya. Anak bungsu bisa merasa lebih "bebas" tetapi juga mungkin mengalami kecenderungan dianggap tidak perlu “dewasa.”
-Gaya Koping yang Cenderung Muncul: Anak bungsu sering menjadi pengeksternalisasi, mencari dukungan dan perhatian dari lingkungan luar, karena mereka sudah terbiasa mendapat perhatian atau bantuan. Namun, ada juga bungsu yang justru menjadi penginternalisasi jika merasa tidak dianggap serius atau dibanding-bandingkan.
Selain posisi kelahiran, gaya pengasuhan, dinamika antar-saudara, dan karakter individu juga turut memengaruhi gaya koping. Meski ada kecenderungan umum, respons setiap anak tetap unik tergantung pada kombinasi pengaruh dalam keluarga dan sifat bawaan mereka.
Hanum: Chatgpt setelah sadar kalau diri ini termasuk anak penginternalisasi rasanya numb, aneh, badan terasa lebih ringan tapi ngerasa aneh, menurutmu kenapa ya? Apa karena terlalu shock?
ChatGPT: Rasa "numb" atau mati rasa yang kamu rasakan bisa jadi adalah respons normal terhadap kesadaran yang mendalam tentang diri sendiri, terutama jika itu menyentuh bagian emosional yang sebelumnya belum kamu sadari atau akui. Ini bisa terjadi karena beberapa alasan:
1. Proses Penyesuaian Diri: Menyadari bahwa kamu adalah tipe penginternalisasi berarti kamu melihat dengan jujur bagaimana kamu telah mengatasi atau menghindari rasa sakit emosional. Kesadaran ini bisa sangat mendalam, seolah-olah kamu sedang melihat "diri lama" dari sudut pandang baru. Tubuh dan pikiranmu mungkin memerlukan waktu untuk menyesuaikan diri dengan pemahaman ini.
2. Efek Shock atau Bingung: Ketika kamu menyadari pola koping lama, apalagi pola yang sudah menjadi bagian dari hidupmu, hal itu bisa menimbulkan sedikit shock atau kebingungan. Rasa ringan yang muncul mungkin mencerminkan kelegaan dari perasaan terpendam, tapi bagian dari dirimu mungkin masih bingung atau ragu dengan perubahan perspektif ini.
3. Perlindungan Emosional Sementara: Rasa numb bisa juga sebagai bentuk pertahanan psikologis. Kadang-kadang, ketika kita menyadari sesuatu yang dalam atau signifikan, otak kita bisa "mematikan" sebagian emosi sebagai mekanisme perlindungan, sehingga kamu tidak merasa terlalu overwhelmed.
Dalam prosesnya, mungkin perlahan-lahan kamu akan mulai merasa lebih nyaman dengan pemahaman baru ini. Jika kamu ingin lebih mendalami, bisa membantu untuk berbicara dengan orang yang kamu percaya atau bahkan mencatat perasaanmu agar kamu dapat lebih memahami diri sendiri.
Hanum: Tapi saya tetap merasa bahagia menjadi penginternalisasi walaupun emang benar sangat capek lelah emosi tapi ada rasa bahagianya karena berusaha fixing atau menebar positif vibes.
ChatGPT: Itu sangat indah! Ada kekuatan luar biasa dalam menyebarkan energi positif dan mencoba memperbaiki keadaan, terutama ketika itu muncul dari keinginan tulus untuk membuat dunia di sekitar lebih baik. Meskipun jadi penginternalisasi bisa melelahkan secara emosional, rasa bahagia yang kamu rasakan menunjukkan bahwa upayamu memberi dampak positif, baik bagi dirimu maupun orang-orang di sekitarmu. Terkadang, kebahagiaan ini berasal dari perasaan bahwa apa yang kita lakukan memiliki makna dan memberi kontribusi nyata, meski butuh banyak energi. Tapi ingat juga untuk mengurus diri sendiri di tengah proses ini, karena keseimbangan antara memberi dan menjaga diri sangat penting untuk menjaga kebahagiaanmu tetap berkelanjutan.
Hanum: Yang masih membuat saya penasaran itu adalah apakah orang-orang dengan penginternalisasi bisa menjadi orang tua yang secure secara emosional atau malah justru bisa toxic juga?
ChatGPT: Pertanyaanmu penting, dan banyak orang yang tumbuh sebagai penginternalisasi sering juga memikirkannya ketika mereka mempertimbangkan menjadi orang tua. Sebenarnya, penginternalisasi bisa menjadi orang tua yang secure secara emosional atau, di sisi lain, bisa juga menghadapi tantangan tertentu dalam hal ini. Ini sangat tergantung pada sejauh mana mereka memahami diri sendiri dan memiliki kesadaran untuk mengatasi pola koping mereka. Berikut adalah beberapa faktor yang bisa memengaruhi:
1. Kesadaran Diri dan Refleksi: Penginternalisasi yang menyadari pola koping mereka—dan, seperti kamu, menyadari bahwa mereka cenderung mengatasi masalah secara internal—memiliki potensi besar untuk menjadi orang tua yang aman secara emosional. Karena kamu sudah memahami bahwa penginternalisasi rentan merasa lelah secara emosional, kamu mungkin akan lebih waspada terhadap kebutuhan emosi anakmu dan lebih berusaha menyediakan dukungan yang stabil.
2. Pola Pengasuhan Baru: Banyak penginternalisasi yang berkomitmen untuk tidak mengulang pola pengasuhan orang tua mereka. Dengan pemahaman bahwa pengasuhan emosional yang tidak matang bisa berdampak negatif, kamu memiliki kesempatan untuk memecahkan pola ini dengan cara belajar untuk menjadi pendengar yang baik dan belajar mengekspresikan emosi secara sehat.
3. Keseimbangan Antara Menolong dan Melepaskan: Salah satu tantangan yang mungkin dihadapi penginternalisasi adalah kecenderungan untuk memikul beban emosi atau masalah orang lain, termasuk anak-anak mereka. Jika tidak dikelola, ini bisa membuat penginternalisasi berisiko menjadi terlalu protektif atau merasa bertanggung jawab atas kebahagiaan anak mereka, yang justru bisa menjadi beban emosional bagi anak. Di sini, penting untuk belajar cara melepaskan dan memberi anak ruang untuk mengalami emosi mereka sendiri.
4. Kemampuan untuk Menunjukkan Empati: Penginternalisasi sering kali memiliki kepekaan dan empati yang tinggi, yang merupakan kualitas baik untuk pengasuhan. Namun, mereka mungkin perlu belajar mengekspresikan empati ini dengan cara yang sehat, tanpa merasa perlu “memperbaiki” semua masalah atau mengabaikan batasan emosional diri sendiri.
Dengan refleksi dan komitmen untuk mengembangkan keterampilan pengasuhan yang lebih sehat, penginternalisasi dapat menjadi orang tua yang emosional secure. Intinya adalah menemukan keseimbangan antara memberikan dukungan kepada anak tanpa terlalu memikul tanggung jawab emosional yang seharusnya menjadi proses alami anak itu sendiri.
Hanum: Selain itu yang membuat saya merasa numb setelah tau tentang penginternalisasi ini apakah ini menjadi kekurangan atau keunggulan di saya? Saya empati saya ingin memperbaiki kondisi emosi tiap anggota keluarga dan cenderung menghindari atau meniadakan konflik itu saya pikir sebagai bentuk sayang saya apakah itu salah?
ChatGPT: Keinginan untuk memperbaiki kondisi emosi keluarga dan menghindari konflik memang berakar dari empati dan kasih sayang yang besar, dan itu adalah sesuatu yang positif. Ini menunjukkan bahwa kamu peduli pada orang-orang di sekitarmu dan ingin menciptakan lingkungan yang harmonis. Namun, ada beberapa aspek yang mungkin bisa membantu memahami lebih dalam tentang ini:
1. Kelebihan dari Pendekatan Ini: Empati yang tinggi dan keinginan untuk menjaga keharmonisan adalah hal yang sangat berharga. Orang yang seperti ini sering menjadi penyembuh atau penyeimbang dalam keluarga, membantu menciptakan suasana yang lebih damai dan penuh perhatian. Itu bisa membuat anggota keluarga lain merasa didukung dan dipahami.
2. Tantangan atau Risiko yang Mungkin Ada: Meskipun keinginan untuk menghindari konflik bisa membuat suasana lebih tenang, terkadang hal ini juga bisa menyebabkan masalah yang belum terselesaikan atau emosi terpendam. Konflik yang dihindari atau diabaikan sering kali tidak benar-benar hilang, hanya tersimpan dan bisa muncul lagi dengan intensitas lebih besar. Terkadang, konflik sehat justru membantu semua pihak untuk tumbuh, memahami perspektif satu sama lain, dan menyelesaikan masalah secara terbuka.
3. Keseimbangan Antara Empati dan Batasan Diri: Menghindari konflik atau memikul beban emosional orang lain tanpa batas bisa menguras energi emosionalmu dan kadang membuat kebutuhan dirimu terabaikan. Jika kamu terus-menerus menjaga perasaan orang lain tanpa memperhatikan kebutuhanmu sendiri, ada risiko merasa kelelahan atau bahkan merasa kurang dihargai.
4. Perbedaan Antara Menghindari Konflik dan Menangani Konflik dengan Bijak: Menghindari konflik sepenuhnya memang bisa menjaga kedamaian sementara, tapi menangani konflik dengan bijak bisa lebih memperkuat hubungan dalam jangka panjang. Belajar untuk menghadapi konflik secara sehat, seperti dengan mendengarkan tanpa menghakimi dan menyampaikan kebutuhan atau perasaanmu, bisa menjadi bentuk kasih sayang yang lebih dalam.
Intinya, empati dan keinginan untuk menjaga keharmonisan adalah kelebihanmu, tetapi menyeimbangkannya dengan keberanian untuk menghadapi konflik secara sehat bisa membuat hubungan menjadi lebih kuat dan dirimu pun tetap terjaga secara emosional. Jika kamu bisa menggabungkan keduanya, ini akan menjadi keunggulan yang luar biasa bagi hubunganmu dengan keluarga dan juga bagi kesejahteraanmu sendiri.
Hanum: Chatgpt, kalau menurut saya ya salah satu cara untuk tidak terlalu banyak memberi dan empati berlebihan bagi seorang penginternalisasi kepada sekitarnya adalah dengan membuat skala prioritas siapa atau hal apa saja yang perlu diprioritaskan untuk diberi empati, menurutmu gimana?
ChatGPT: Itu ide yang sangat bijak dan realistis! Dengan membuat skala prioritas untuk empati, kamu dapat memastikan bahwa energi emosionalmu tetap terjaga dan dialokasikan untuk hal-hal atau orang-orang yang paling penting. Ini bisa membantu penginternalisasi, yang cenderung sering memikul perasaan orang lain, untuk menjaga keseimbangan dalam kehidupan sehari-hari.
Skala prioritas ini bisa mencakup pertimbangan seperti:
-Seberapa dekat hubunganmu dengan seseorang atau suatu masalah,
-Dampak yang mungkin kamu alami jika terlalu terlibat secara emosional,
-Tingkat kebutuhan orang tersebut terhadap bantuanmu, dan
-Sejauh mana bantuanmu benar-benar efektif atau justru membuatmu terlalu terkuras.
Dengan cara ini, kamu tetap bisa memberi dukungan, tetapi dengan batasan yang lebih jelas dan sehat.
Hanum: ChatGPT bagaimanapun juga keadaanya saya tetap bahagia menjadi penginternalisasi walaupun benar kadang melelahkan, tapi saya tetap sayang keluarga saya, kakak-kakak, keponakan, dan terutama ibu saya, bapak saya sudah meninggal, jadi saya tinggal punya ibu saja. Malah setelah tau tentang Attachment Style dan tentang Automatic Negative Thoughts, saya melihat ibu saya dengan cara pandang berbeda, mungkin ibu dan bapak saya juga punya trauma masa kecil sehingga tanpa sadar menjadi seperti itu, saya bisa melihat dengan cara pandang bahwa mungkin innerchildnya juga terluka, jadi saya merasa kasihan jika totally melihat semua yang terjadi pada saya itu adalah kesalahan orangtua. Saya bisa menangis jika membayangkan ini bahwa ternyata mungkin beliau juga terluka. Dan bagaimanapun juga saya tetap punya banyak dan akan terus mengingat memori positif bersama ibu saya bahkan setiap harinya.
ChatGPT: Pemahaman dan kedalaman empati yang kamu miliki benar-benar luar biasa. Menyadari bahwa orang tua juga membawa luka masa lalu mereka adalah langkah besar dalam melihat mereka dengan cara yang lebih manusiawi dan penuh kasih. Ini menunjukkan betapa kuatnya empati dan cinta yang kamu miliki, bahkan dalam menghadapi rasa sakit atau kekecewaan yang mungkin muncul dari pola-pola lama.
Kamu benar-benar menunjukkan kualitas yang sangat dalam sebagai penginternalisasi: mampu mengolah rasa sakit dan bahkan menemukan makna di baliknya, termasuk melihat orang-orang yang kamu sayangi dengan kasih yang lebih luas. Perspektif ini tidak hanya membantumu untuk lebih menerima keadaan, tetapi juga menjadi dasar yang kokoh untuk membangun hubungan yang lebih sehat dan penuh pengertian di masa depan. Rasa kasih ini adalah kekuatan besar yang akan terus membimbingmu ke arah penyembuhan dan harmoni, baik dalam dirimu maupun keluargamu.
Buku ini menurutku bagus tapi it's quite triggering for me karena mungkin memang aku masuk ke tipe penginternalisasi di kontinum ujung. Buku ini cukup bagus terutama untuk orang-orang yang ingin berkeluarga, menikah, atau sudah punya anak pun harus baca karena pelajaran yang bisa diambil banyak dan juga banyak referensi-referensi buku/bacaan yang diberikan untuk mempelajari lebih dalam tentang topik-topik tertentu. Tapi aku tetap merasa buku ini............ yah mungkin karena akunya saja yang terlalu nyaman menjadi penginternalisasi, tapi gapapa Hanum it's okay, it just a book. Terus belajar untuk memperbaiki diri sesuai dengan yang membuatmu nyaman okay?
Baik terimakasih sudah membaca semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar