11 Februari 2018

Ketimpangan

Halo, graduation tinggal beberapa hari lagi. Terus sekarang kamu ngapain? Nunggu hahaha. Santai sejenak. Mau cerita sesuatu. Agak random. Beberapa hari mengurung diri di kamar berselancar di internet menyusun strategi ke depan. Cukup membuat pusing tetapi di sisi lain ada hal kecil yang aku alami di masa pengurungan diri ini.

Kamarku terletak di rumah bagian belakang yang tepat setelah tembok kamarku itu ada rumah sederhana dari keluarga sederhana atau bisa dibilang keluarga dengan berpenghasilan rendah. Bapak, Ibu, Anak Lanang baru saja lulus STM, Anak perempuan masih SMA, dan yang paling kecil anak laki-laki umur 3 tahun. Kalau kalian tau yang namanya ‘Stunting’ ? ya anak terakhir itu termasuk dalam golongan Stunting. Ada beberapa percakapan yang tak sengaja aku dengarkan. Seperti:

‘Arep jaluk apa? Iwak pitik larang, lele larang, wes mangan sak anane, golek dhuwit ki susah.’

‘Jaluk mie ayam dhuwite sopo.’

Percakapan itu aku dengarkan saat diriku asyik berselancar di internet, saat merasa pintar dan mengangguk-angguk takzim menikmati isu-isu terkini, bacaan-bacaan berat dan secara entah itu utopis atau tidak seakan akan ingin ikut mengubah dunia saja.

Ibu di keluarga kecil itu galak sekali. Galak sekali. Suka memarahi anak-anaknya. Ya aku bisa memaklumi sih. Menghadapi harga pasar yang semakin mencekik tentu bukan suatu hal yang mudah untuknya dan dibalik itu semua aku paham hal tersebut juga demi anak-anaknya agar menjadi tangguh di masa depan.

Kemarahan itu sering aku dengarkan saat diriku asyik membaca thread tentang mengajari anak attitude yang baik bagaimana, harus ini itu seterusnya like a very normal people and family seperti yang dikatakan netizen-netizen di twitter tersebut. Dan ku kembali mengangguk-angguk takzim membacanya, berangan-angan seakan besok saat ku punya anak akan mengajarkan hal tersebut juga. 
Setelah aku menutup laptop dan internetku, terus aku berfikir, kenapa jadi semakin mengkotak-kotak gini ya, ga mengkotak sih tapi mungkin timpang. Tapi sejauh dan sedalam ini timpangnya? Aku tidak akan mengatakan bahwa internet benar dan real life yang salah dan perlu diubah. Aku kadang mikir sesungguhnya sudahlah kamu tidak usah banyak cakap dan teori. Respect terhadap sesama aja. Be adaptif dalam berbagai golongan. Salah satu cara adaptasi yang masih aku pegang sampai sekarang adalah jangan pernah merendahkan atau meremehkan orang lain, jangan pernah memberi status kepada mereka atau kepada dirimu sendiri. Karena semua sama, hargai dengan kesopanan yang sama. Ramahi dengan kesantunan yang sama. Suatu saat mungkin aku akan mengajarkan anak-anakku tentang attitude yang baik tetapi mungkin aku akan lebih menekankan pada toleransi, menghargai, dan being kind. Bahwa kita hidup bersama-sama kalaupun secara finansial kita lebih bisa jadi karena memang usaha memang privilege kita. Tidak ada suatu hal yang normal senormalnya, semua tergantung lingkungan masing-masing, tetapi kebaikan akan selalu ada tempat.   

Ada satu percakapan yang aku suka dan membuatku agak tersadar, baru terjadi beberapa hari yang lalu antara aku dan Mbak Mar. Waktu itu setelah aku mengurus dan mendaftar wisuda kemudian sorenya langsung ke Jakarta ngurus keponakan-keponakan. Mbak Mar, nanny nya keponakan Jakarta (Dea kelas 5 SD dan Dinda kelas 4 SD) mengajakku pergi jalan ke Mall terdekat untuk menemaninya beli baju dan biar sekalian nanti jemput Dea Dinda di sekolah. Saat akan pulang Mbak Mar ngajak beli es krim mcflurry tapi aku gamau karena lagi diet (wkwk) tapi yang pada akhirnya aku minta juga. dan mintanya pun banyak lebih tepatnya nyomot.

‘Mbak minta ya, hehehe’

‘Katanya diet, yaudah nih Mbak Hanum,’ tidak memperhatikan karena sedang mainan hape pesen grab taxi.

Aku ambilnya kan pake sendok aja ya. Terus enak banget kan, nambah lagi.  

‘mbak aku minta banyak ya hahahahaha’

‘hmmmm..’ sambil masih megang hape.

Terus pas nunggu Bapak Grab sambil terus aku minta es krim, Mbak Mar bilang

‘Aku seneng Mbak Hanum kayak gini’

‘nyam nyam hhmm apa? Maksutnya?’ sambil makan es krim

‘ya Cuma mbak Hanum dari saudara-saudaranya Bapak Ibu yang ga ngeliat aku itu rendah sebagai pembantu.’ (Bapak Ibu= Mas Mbak ku yang memperkerjakan mbak Mar)

‘hah? Maksutnya?’

‘Ya kayak gini mbak Hanum biasa aja minta eskrim ke aku, ga jaim ga ada jarak kayak temen biasa malah. Terus kalau di rumah mbak Hanum suka bantuin aku, bangun tidur pasti kamar udah bersih, bantu nyuci piring dan biasa aja. Ga marah ga apa, Mbah uti Bantul juga. Makanya aku selalu suka kalau mbak Hanum atau Mbah Uti Bantul ke Jakarta, pasti jajan dikasih duit dibantuin bersih-bersih rumah. Bahkan mbak Hanum mau ngerokin aku hahaha.’ (Mbah Uti Bantul=Ibuku)

Terus aku tertegun. Speechless.  Ga makan eskrim lagi. Terus aku nanya.

‘lah emg kenapa mbak?’

‘ya beda kan, kan biasanya pembantu dianggap rendah, temen-temenku aja kalau aku ceritain ttg mbak Hanum sma Mbah Uti Bantul pada ga percaya karena mereka ga pernah ngalami seperti itu.’

‘ooooh…biasa aja mbak aku mah hahahah yaudah tu mobilnya dah dateng.’


Di sore itu, saat luar hujan deras tetapi aku merasa hatiku hangat tiba-tiba dan aku semakin percaya bahwa aku masih baik dan dalam keadaan baik-baik saja walaupun mungkin beberapa hari ini yang aku baca atau sekitarku banyak yang tidak mengenakkan untuk dilihat dan dipahami berbagai berita negatif. Itu tidak membuatku berhenti untuk menjadi seorang Hanum yang aku inginkan. 'Sudahlah jalani dan pikirkan dengan simpel, beri hati dan jiwamu dengan kebaikan yang simpel-simpel' kataku pada diri sendiri. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar