22 Oktober 2023

Agenda wajib

Karena dari kemarin sudah ngomongin yang berat-berat terus, sekarang ngomongin yang ringan-ringan aja yuk. Warning: Post ini akan sangat-sangat panjang karena...menjadi archives screencapture chats whatsapp dan video-video 'menarik' lainnya..

Jadi mungkin kalian sudah tau ya kalau aku itu anak bungsu dari 3 bersaudara yang selisih jarak kelahirannya lumayan jauh sekitar 15th dengan kakak kedua (Masku) dan 16th dengan kakak pertama (Mbakku). Nah karena hal tersebut kemungkinan besar di umur 27 tahunku sekarang sudah punya keponakan kan? Yaak benar, kalian tau berapa keponakanku? 7 keponakan guys. Banyak banget ya wkwkw, 4 dari mbakku dan 3 dari masku. Dengan rincian 5 perempuan 2 laki-laki dan yang paling besar sekarang kelas 3 SMA dan paling kecil umur 3 tahun. Bisa dipastikan juga ya kalau pulang mudik ke rumah Mbah Uty Bantul (rumahku) serame apa, ya benar, rame buanget. Kemudian bisa dipastikan juga kan siapa yang paling capek diantara semua anggota keluarga di rumah? Tentu si tante nya lah, disuruh ini itu oleh semua penghuni rumah🙂.

Dari setiap kepulangan mereka ke Bantul, selalu ada agenda wajib yang mereka lakukan. Yang dimana agenda tersebut seringnya pastinya atau iyalah harus dilakukan dengan tantenya, yaitu aku. Hampir setiap keponakan dari nomor 1 sampai 7 melakukan agenda wajib tersebut setiap pulang kampung ke bantul projotamansari. Oke jadi apasih agenda wajib tersebut? 

#1 Pergi ke Alun-alun Bantul 

Jadi di Bantul itu ada yang namanya Alun-alun Bantul dimana terdapat banyak wahana permainan buat anak-anak kecil batita sampai mungkin seumuran anak SD. Hampir semua keponakan (kecuali Ahmad yang masih kecil 3 tahun) pernah ke alun-alun ini dan namanya agenda wajib mereka selalu memastikan tidak pernah terlewat untuk ke Alun-alun. Sampai sering sudah dijadwal pokoknya kalau ke Alun-alun Bantul harus kesini dan kesini nanti jajan ini itu dan lain-lain yang tentunya tantenya ofcourse yang sering nganterin. Kalian tanya gak kok seseneng itu sih main ke Alun-alun Bantul, emang di tempat tinggal mereka ga ada ya? Sepertinya memang tidak ada, bukan tidak ada sih tapi ya adanya mall doang, jadi tempat terbuka luas ga terlalu banyak orang, murah, parkir murah, makan murah, banyak permainan seru, kayaknya ga ada di deket rumah mereka yang dimana domisilinya Bandung dan Jakarta. 

#2 Motoran Keliling Bantul

Selain ke Alun-alun Bantul, agenda wajib lainnya setiap keponakan adalah minta motoran keliling Bantul sama tantenya. Bahagia banget cuma motoran doang, mungkin karena mereka di kota jarang yang bisa jalan-jalan naik motor tanpa kemacetan, keramaian, polusi udara, dan keamanan yang terjaga. Tapi gacuma motoran doang sih pasti seringnya terus minta jajan, minta makan, minta beliin ini itu, pergi ke toko buku atau toko alat tulis, dan tentu semua itu ditanggung tantenya. Jadi sebenernya guys walaupun aku anak bungsu yang dari kecil terlihat semua kebutuhan terpenuhi dan sering di-spoiled kasih uang jajan ini itu sebenernya sama aja karena balik lagi uangnya ke kebutuhan-kebutuhan ini anak-anak masku dan mbakku becauze mereka maunya dibeliin tantenya katanya, okay siap🙂

Nah disini aku pengen archives chatan dan video-video semua keponakan yang menyebalkan, lucu, gemes, dan ngangenin. Karenaaaa jadi setelah scroll post-post lama aku jadi sedikit terharu hehehe soalnya kok ya sekarang sudah besar-besar mereka semua, bahkan dulu ceritanya masih 4 keponakan. Perbedaan yang sangat terlihat tentu dari bahan obrolan terutama dengan keponakan-keponakan yang sudah besar sudah puberty. Sudah beda lagi obrolan bahasannya sudah gakayak dulu yang ‘Yuk gofood tan yuk jajan tan yuk kebab tan’ sekarang udah yang:

‘Tante gimana sih caranya ngatasin males belajar.’

‘Tante bantuin tugas sekolah tan ga ngerti.’

‘Tante bantuin buat cv buat masuk osis.’ 

‘Tante aku milih jurusan kuliahnya apa ya.’

dan lain-lain

Ohya termasuk sekarang peranku tambah lagi yaitu peran sebagai tante yang perlu tetap menjadi netral kalau saat dicurhatin masalah mereka dengan orangtua mereka alias mbakku masku yang dimana setiap mereka curhat gitu tetap harus aku hadapi dengan senyuman dan tenang dan pemahaman yang tidak mengarah pada pihak manapun walaupun dalam hati: ‘hadeeh jan gimana sih masku/mbakku ini hadeeeh hadeeeh sabar’ wkwkwkkw

'Tanteeee tolongin masak mamah nyuruh ini itu dsb padahal aku kan ini itu dsb.'


Keponakan yang di Bandung: Kakak Shafa, Adik Tsaqif, Aisyah, dan Ahmad.

Dulu udah pernah aku tuliskan tentang Kakak Shafa dan Adik Tsaqif di post ini Bani Sudibyo (sebelum Aisyah dan Ahmad lahir) yang menceritakan Adik Tsaqif masih kecilll yang dulu sering aku panggil Si Perut Besar dan perlu kalian tau sekarang Adik Tsaqif sudah beneran besar karena baru saja masuk SMP di Kampus Terpadu Mualimin Yogyakarta, iya dia sekarang pesantren. Yang dimana setiap kamis minta gofood karena puasa senin-kamis dan setiap jumat aku harus laporan kalau sudah dijenguk atau belum dibawain makanan dan kebutuhan lainnya yang sudah dipesan untuk dibawakan. Sementara untuk Kakak Shafa sudah kelas 3 SMA yang sedang sibuk belajar untuk ujian masuk perguruan tinggi tahun depan, yaampun time flies so fast ya. Kakak Shafa ini anak pertama, nah karena anak pertama yang karena tidak punya kakak, jadi sama aku itu seringgggg banget nanya-nanya pendapat, tugas, curhat, dan lain-lain bahkan untuk hal-hal kecil.









11 Oktober 2023

Secure Attachment

Ngomong-ngomong tentang Lia di post yang kemarin, aku jadi inget pembahasan Girl Talk beberapa minggu lalu sebelum nonton PetSher 2. Ada pembahasan menariiik banget bahkan sampai aku coba kulik lebih dalam lagi setelah pulangnya. Okay mari kita coba bahas disini ya..

Jadi waktu itu awalnya kami sedang membahas reels viral Daniel Mananta yang cerita tentang pengalamannya menemukan sekolah internasional yang diduga mendukung LGBT. Daaaaan ternyata aku baru tau itu video cuplikan dari video lengkap interviewnya dengan Prof. Quraish Shihab yang bahkan sampai ada 6 Part! kemana aja kamu Hanum masih belum nonton full videonya sampai sekarang! Oke mari kita nonton nanti setelah pembahasan ini yah. Dari video tersebut Daniel menceritakan bahwa pada saat mencari sekolah untuk putrinya, dia cukup kaget dengan temuan di salah satu sekolah, yaitu toilet yang dibedakan menjadi 3 jenis untuk perempuan, laki-laki, dan gender neutral. Hal tersebut mengagetkan Daniel karena tidak menyangka untuk sekolah internasional tersebut cukup terbuka dengan yang dinamakan 'Woke Agenda'. 


Jadi apa itu Woke Agenda? 

Menurut Daniel pada penjelasan video di atas, Woke Agenda adalah agenda yang digunakan untuk merujuk pada gerakan atau sikap yang bertujuan mendukung hak-hak LGBT+ yang sudah mulai meluas diterima di dunia barat, bahkan mengarah 'keharusan'. Agenda ini diharuskan ikut dalam setiap pembahasan yang berhubungan dengan pemenuhan hak-hak rakyatnya. Sebagai contoh misal memasukkan pemahaman gender neutral ke film-film kartun anak yang seharusnya temanya keluarga, pada buku-buku pendidikan, dan sejenisnya. Dalam woke agenda ini biasanya ditekankan untuk lebih mementingkan feeling atau perasaan daripada kebenaran, sehingga tidak mempedulikan bahwa perasaaan itu apakah benar atau salah, sesuai norma-norma apa tidak, perlu atau tidak untuk diikuti atau disetujui dan kemudian dijadikan pegangan diri. 

Daniel menyampaikan pandangannya bahwa cukup memprihatinkan dan sangat tidak setuju saat agenda ini sudah sampai menyusup ke ranah anak-anak kecil di bawah umur 18 tahun, yang dimana menurut Daniel pada umur tersebut anak-anak cenderung masih belum stabil dan sedang dalam pencarian jati diri. Daniel bersyukur jika video reels cuplikannya viral, karena menurutnya malah justru bagus sehingga kepedulian masyarakat terutama para orang tua tentang isu ini bisa lebih meningkat. Karena menurut Daniel, untuk memerangi atau melawan woke agenda ini harus dilakukan mulai dari tingkat paling dasar yaitu rumah. Daniel menekankan bahwa dirinya sebagai seorang ayah memiliki tugas untuk melindungi anak-anaknya, mempunyai sebuah otoritas untuk memberi fondasi dan memberi tahu mana yang benar dan mana yang salah. Fondasi tersebut harus diajarkan dan dimulai dari rumah, dan bukan diberikan sepenuhnya kepada sekolah atau pihak-pihak dari luar. 

Dari penjelasan Daniel tersebut, aku dan Lia sangat sepakat dengan point of view Daniel, sangat memprihatinkan emang dengan fenomena tersebut, apalagi berarti sudah mulai masuk ke Indonesia. Dan aku sangat setuju dengan bahwa tidak bisa kita lebih mengunggulkan perasaan/feeling agar bisa lebih bebas dalam menentukan pilihan hidup kita dibandingkan kebenaran. Coba pikir, lha terus buat apa dong ada ilmu Psikologi? berabad-abad nenek moyang kita mempelajari ilmu Psikologi kalau bukan untuk mempelajari perasaan/feeling manusia itu? Pun perasaan/feeling itu kan juga muncul salah satunya dipengaruhi oleh hormon, jadi tidak hanya tentang kayak suatu wahyu atau pencerahan atau enlightment yang 'Ohiya nih kayaknya aku tuh merasa lebih nyaman menjadi laki-laki dibanding asliku perempuan’, dan sejenisnya. Sorry nih ya, kalau misal emang kamu merasa tidak nyaman itu kemungkinannya bisa banyak, bisa jadi dari faktor lingkungan, ketidakstabilan hormon pun bisa jadi dan memang ada penyakitnya misalnya PCOS (Polycystic Ovarian Syndrome) yang tanpa sadar cukup banyak dialami perempuan. Nah penomorsatuan feeling seperti itu yang mungkin bagi Daniel seharusnya tidak kemudian dijadikan pertimbangan pokok dalam menjalani hidup. Lagian buat apa juga coba ada buku panduan berjilid-jilid pegangan mahasiswa-mahasiswa psikolog namanya DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders) yang digunakan untuk menentukan apakah orang ini mengidap penyakit/disorders mental jenis apa dilihat dari gejala-gejala yang muncul dan dirasakannya. Malah kayak kembali ke jaman sebelum ada pengetahuan sebenernya woke agenda ini. 

Nah kemudian kita ngomongin tentang ‘rumah’. Untuk membangun fondasi kepada anak-anak, 'rumah' seperti apa sih yang dimaksud? 'rumah' yang dalam kondisi bagaimana yang dapat memberikan fondasi seperti itu? 

Untuk menjawab pertanyaan tersebut aku jadi inget kalau pernyataan Daniel ini sama banget dengan pernyataan yang sering Bu dr. Aishah Dahlan katakan dalam video-video parenting atau kehidupan pernikahan nya yang akhir-akhir ini juga sering aku tonton. dr. Aishah Dahlan ini seorang dokter ahli rehabilitasi narkoba yang background dan kiprahnya sudah tidak diragukan lagi, ibunya ini yang dulu menangani proses rehab semua anggota Band Slank dan para fans fanatiknya. Bu Aishah sering mengatakan kalau penyebab utama dari anak-anak remaja bisa kena narkoba, pergaulan bebas, HIV/AIDS, dan sejenisnya itu biasanya karena anak tersebut tidak nyaman di rumah mereka sehingga kemudian mencari kenyamanan di luar. Padahal di luar rumah itu kalau kata Bu Aishah, lebih banyak ujiannya/hal-hal buruknya dibanding hal baik, jadi akhirnya anak menemukan kenyamanan dari lingkungan pergaulan yang tidak baik dan menyeret mereka ke hal-hal negatif. Rumah itu bisa menjadi tidak nyaman bagi anak-anak biasanya karena contohnya orang tua sering memarahi, membentak-bentak, tidak memperhatikan, tidak peduli, tidak mau mendengarkan anaknya, terlalu strict/kaku, dan lain-lain. Sehingga menyebabkan anak tidak nyaman untuk misal sekedar berbicara/curhat, apalagi mengungkapkan apa yang menjadi kegalauan/kemauan/kekhawatiran dan sejenisnya.

Nah kemudian coba pikir bagaimana kita mau memberikan fondasi kepada anak-anak kalau rumahnya saja tidak membuat mereka nyaman dan aman untuk sekedar berbicara mengungkapkan pendapat, atau bagaimana anak-anak tersebut bisa nyaman jika emosi mereka saja tidak divalidasi oleh orang-orang terdekat yang sangat diharapkan menjadi tumpuan utama dan pertama dalam dukungan emosional menjalani hidup mereka. Berartiiiii yang perlu dibangun terlebih dahulu adalah menciptakan rasa nyaman dalam rumah kan, kemudian bagaimana caranya? Tentu pelaku-pelaku di dalam rumah itu lah yang harus menciptakannya, yaitu orang tua.

Aku pernah baca ini menarik, jadi ada teori dalam psikologi parenting itu namanya Attachment Theory atau dalam bahasa indonesianya Teori Kelekatan. Jadi apa itu Teori Kelekatan? Sederhananya teori yang mempelajari tentang hubungan antara anak dan orang tua dengan tujuan untuk memberikan rasa aman, nyaman, dan terlindungi kepada anak waktu kecil, yang dimana hal itu nantinya sangat berpengaruh pada the child’s later social and emotional outcome. Orang tua dalam hidup seorang anak itu perlu memerankan banyak peran yaitu:

5 Oktober 2023

Me time after marriage

Jadi ceritanya beberapa hari yang lalu aku diajak nonton film Petualangan Sherina 2 sama temenku, Lia (ig: sepatukuda__) karena kebetulan Lia penggemar berat PetSher 1 ofcourse dia ingin nonton sejak pertama film PetSher 2 release dan mengajakku yang juga sudah pernah menonton PetSher 1. Enggak kok, aku disini gamau ngomongin tentang filmnya. Tapiii aku ingin menuliskan insight yang aku dapatkan dari beberapa kali pertemuanku dengan Lia yang dimana setelah Lia berkeluarga dan mempunyai momongan yaitu baby Kelana yang lucu banget dan tumbuh pesat perkembangannya. Jadi salah dua temanku yang masih di Jogja sesaat setelah lulus yaitu Lia dan Rina (ig: rinnaningrum) karena juga mereka asli Jogja sih, walaupun pada akhirnya Rina awal tahun kemarin meninggalkan Jogja dan merantau ke ibukota. Selain salah dua tersebut, salah banyak temenku lainnya seperti my triple D (Dina-Della-mamah Dedew) sejak lulus sudah kembali ke kampung halamannya atau merantau ke ibukota. 

Tentu kehidupan persahabatanku dengan Lia sebelum dan sesudah mempunyai momongan diprediksikan akan berbeda ya(?) yang dimana sebelum mempunyai momongan bisa dengan lebih leluasa: Yuk makan siang. Yuk Girl Talk. Num aku jemput ya siap-siap. dan yuk yuk lainnya ketika sedang ingin refreshing, sharing-sharing, atau sekedar ngobrol. Setelah mempunyai momongan aku cenderung menghindari untuk mengajak Lia, bahkan setelah menikah, karena takutnya sedang repot, atau biasanya langsung silaturahmi ke rumahnya, itupun jaranggg paling menunggu kalau Rina pas balik Jogja dan memastikan suami Lia sedang tidak di rumah (karena LDM jadi takut mengganggu waktu mereka jika tiba-tiba ada tamu). Sehingga seringnya pertemuan kami bertiga atau aku berdua dengan Lia setelah Lia menikah itu banyak yang diinisiasi oleh dirinya, kemudian aku dan Rina mengiyakan sehingga jelas kan kalau waktunya Lia sedang luang.

Nah ada yang menarik setelah aku perhatikan selama beberapa kali pertemuanku dengan Lia setelah dia mempunyai momongan, yaitu tidak pernah saat kami bertemu itu dia bawa baby Lana, padahal aku kan juga pengen ketemu Lana Liii :(. Awalnya aku heran kenapa ya, kok bisa ya meninggalkan baby nya untuk ketemu temen doang (yang temennya kayak aku gini wkwkw maafkan tante ya Lana :( minjem ibunya bentar), walaupun tetap aku dan Rina berusaha menjaga agar tidak terlalu lama Girl Talk nya karena biasanya kami bisa berjam-jam kalau ketemu ngobrol saking asiknya hehehe. Saat misal ditanyakan 'Lana kok ga diajak Liii? :( yaaah..' biasanya jawabannya 'iya sama bibi di rumah tak tinggal bentar' atau 'Iya sama Ibuku di rumah, aku lagi mampir di rumah ibuku soalnya' (rumah ibunya Lia emang Jogja juga) atau jika saat suaminya sedang pulang dan diijinkan untuk kami Girl Talk maka jawabannya 'Iya udah diijinin terus katanya sama dia aja Lana, aku suruh berangkat'. Awalnya sebagai anak yang cukup konvensional pasti kepikiran juga: 'Masak anaknya ga diajakin sih masak ibunya ini itu dll berbagai stereotype negatif lainnya.' ya kan? (Tapi aku sangat yakin Lia adalah ibu yang paling paling baik terhadap anaknya, selain kalau Girl Talk salah satu topiknya pasti tentang parenting dan ngomongin tentang kebanggaan, kekhawatiran, kebahagian, dll perkembangannya Lana).

Untuk diriku yang sudah melihat 2 keluarga berkembang yaitu keluarga Masku dan Mbakku, yang telah membesarkan 7 anak, aku sedikit bisa memahami Lia. Karena menjadi orang tua itu berat guys trust me, terlebih menjadi seorang ibu. Sebelum mempunyai momongan waktu untuk diri sendiri (me time) lebih luas, tentunya berbeda setelah menjadi orang tua, peran yang berbeda dengan tanggungjawab yang meningkat. Sehingga waktu untuk diri sendiri jauuuh berkurang, dengan kesadaran diri bahwa memang perlu dikurangi, tetapi harus diingat jangan sampai tidak ada sama sekali. Me time itu penting, bahkan sudah berpasangan pun, me time juga perlu, karena di waktu-waktu inilah diri setidaknya digunakan untuk istirahat atau relaksasi atau step backs atau recharge energy atau merenung atau sekedar enjoy the moment menikmati fase hidup. Bisa dibayangkan kayak seperti kita sedang keluar sebentar dari track kehidupan kita, melihat dari atas track tersebut dan menyadari bahwa ternyata sudah sejauh itu ya. Dan saat-saat itulah juga bisa diselipkan doa-doa dan syukur atas apa yang telah Maha Pemberi Petunjuk jalankan track kehidupannya pada kita. Recharge energy dan recharge spirituality.