22 Februari 2019

Pertemuanku dengan Tulip (Instalasi Kanker Terpadu) RSUP Dr. Sardjito

Hay 

Mau cerita, sudah dari kemarin-kemarin sebenernya pengen banget nulis keburu lupa. Tapi kayaknya enggak bakal lupa deh, bakal sering keinget. Belum pernah dengar ya ada gedung Tulip di RSUP Dr. Sardjito? Sama, baru satu setengah bulan yang lalu tepatnya tanggal 10 Januari 2019 aku tau ada gedung namanya Tulip Instalasi Kanker Terpadu di RSUP Dr. Sardjito.

Hanum ngapain ke Tulip? Kenapa bisa sampai kesana? 

Tanggal 25 Desember 2018, senang pulang silaturahim dari rumah saudara Bapak di Klaten, pergi sama cucu-cucu. Senang saat di sepanjang jalan tidak berhenti mendengarkan cerita tentang fieldtrip mereka ke Jungleland dan yang 2 minggu sebelumnya aku juga nganterin Adik Tsaqif fieldtrip kesana. Sampai anak-anak bikin janji: pokoknya besok kalau Mbah Kokong udah sembuh udah sehat kita semua sekeluarga besar Bani Sudibyo (aku, Ibu, Bapak, keluarga mbakku, dan masku) liburan ke Jungleland atau wahana mana aja, pokoknya seru-seruan bareng, sampai Dinda bilang ‘Tante bikin challenges juga yuk! Nanti ada hadiahnya’. Senang! Baru bayangin aja udah senang! Impian paling aku mohonkan untuk terwujud.

Tanggal 26 Desember 2018 sore, jadwal kontrol Mbah Kokong ke PKU Muhammadiyah Bantul. Waktu periksa Bu Neneng, dokter idola keluarga kami, bilang ‘Bapak kok pucat, abis ini cek Hb ya’. Selesai urusan obat dan administrasi, terus ambil hasil lab, langsung kaget liat nilai Hb: 4,4 (Hb normal= 12-15) perasaan enggak lemes masih bisa jalan sendiri bahkan tanpa kursi roda. Terus langsung dibawa masuk IGD buat rawat inap. Masih ga nyangka sih, ‘Lagi?’ kataku dalam hati, terakhir Hb Bapak ngedrop saat lebaran, gara-gara salah makan, jadi waktu itu lebaran di rumah sakit. Sekarang kenapa ya ya Allah? Biasanya Hb ngedrop ditandai BAB hitam warnanya karena ada luka di dalam saluran pencernaannya kemudian mengalami pendarahan, darah yang bercampur dengan BAB membuat warnanya berubah menjadi hitam. Tapi yang ini enggak, BABnya enggak hitam. Semua terlihat normal. Bangsal di PKU Muhammadiyah Bantul penuh, rumah sakit biasanya yang dipakai rawat inap Bapak, RSUD Bantul juga penuh. Akhirnya dirujuk ke RSUD Wirosaban Kota Jogja.

Keluarga masku dan mbakku masih di rumah, keponakan-keponakan masih di rumah. Jam 00.30 dini hari hujan gerimis, pergi ke RSUD Wirosaban dengan ambulans, aku duduk di depan, Bapak tiduran di belakang. Aneh baru pertama ngerasain seperti itu, dalam hati ‘jadi gini rasanya?’. Sampai di RS cek darah lagi, Hb: 3,3 dan waktu itu kebetulan ada semua hasil komponen darahnya lengkap, ada yang aneh, kenapa semuanya Low? Semua komponen darah nilainya di bawah normal (eritrosit, leukosit, trombosit, hematokrit, dll). Bilang sama diri sendiri ‘udah gapapa tenang Hanum, ada Allah.’ Urusan administrasi selesai akhirnya sampai di kamar jam 02.30 Ibu aku minta anterin mas pulang karena pasti capek.

Seperti biasa saat rawat inap, penanganan pertama yang penting menaikkan nilai Hb dulu dengan transfusi darah. Sebenarnya agak takut untuk pindah rumah sakit karena merasa sudah sangat cocok dengan Bu Neneng, hampir setengah tahun lebih tidak masuk rumah sakit, padahal sebelumnya hampir setiap bulan masuk rumah sakit buat rawat inap karena nilai Hb drop. Takut nanti harus mengulang dari awal lagi, karena ingat dulu perjuangan semenjak tahun 2016 awal sampai akhirnya bisa bertemu dengan dokter Neneng yang spesialisasinya Penyakit Dalam bagian Saluran Pencernaan, kami harus melewati 4 dokter spesialis Penyakit Dalam dulu. Tapi mbakku bilang ‘Gapapa dek siapa tau di Wirosaban bertemu dokter yang lebih cocok.’ Iya ya bener juga siapa tau Allah emang sudah ngejalanin kesana buat biar bertemu dokter yang lebih cocok bisa sembuh sehat enggak turun lagi Hbnya kataku dalam hati. Tapi iya kok, Dokternya sangat baik, ibunya lembut santun. Setelah 5 hari tepatnya Senin, 31 Desember 2018 diijinkan pulang, Hbnya sudah naik, normalnya Hb Bapak itu dikisaran 7-8,9. Keluar rumah sakit waktu itu nilai Hb 7,7.

Tanggal 4 Januari 2019 hari Jumat, di kamar mandi Bapak lemes hampir gabisa jalan, langsung dibawa ke Wirosaban lagi, cek Hb: 5,5. Padahal harusnya hari Sabtu setelahnya kontrol dengan Bu Endang tapi sudah masuk RS lagi. Waktu aku cek hasil labnya, sama lagi, semua komponen darah nilainya dibawah normal. Ada apa?. Di rumah sakit transfusi lagi, pulang tanggal 8 Januari 2019. Kata Bu Endang, ‘Bapak besok langsung dirujuk di Sardjito ya bagian Hematologi sepertinya ada kelainan dengan komponen darahnya, gausah buru-buru gapapa kok bu, besok lusa juga gapapa’. Waktu itu Bapak Ibu pulang duluan, aku yang lanjut urus administrasi. Saat bertemu perawat, ibunya bilang: ‘Mbak kalau bisa segera ya dibawa ke Sardjitonya, soalnya kata Bu Endang umur komponen darahnya ga bertahan lama, kemarin aja langsung masuk RS lagi kan.’

Deg. Firasatnya emang sudah tidak enak dari pertama liat hasil lab yang disini. Mau pulang gajadi karena udah gakuat buat ganangis, ke masjid sholat mohon ketenangan. ‘Tenang Hanum ada Allah’

Lusa berikutnya, tanggal 10 Januari 2019, dalam surat rujukan ditulis rujukan ditunjukkan ke poli: Tulip. Waktu itu sama sekali belum tau Tulip itu apa, dikira nama bangsal malahan. Pagi sekali aku duluan yang berangkat ke Sardjito untuk mengurus administrasi rujukan. Sampai RS, mengikuti tanda panah TULIP ICC dan akhirnya sampai pada gedung dengan plang bertuliskan Instalasi Kanker Terpadu ‘TULIP’ baru tau kalau TULIP ICC itu TULIP International Cancer Centre. Bingung harus bersikap bagaimana, cuma bisa bilang: ‘Tenang Hanum, ada Allah.’ Sebenernya malah lebih bingung nanti saat Ibu sama Bapak sudah sampai Gedung yang dimaksut pasti mereka lebih kaget.

Sampai sana rame banget banyak pasien yang bahkan sampai didorong dengan bed, banyak yang menggunakan kursi roda juga, tidak sedikit juga yang pernafasannya dibantu dengan tabung oksigen dibawa kemana-mana. Pemandangan yang tidak biasa, bisa dibilang lebih parah dari yang pernah aku temui di poli-poli sebelumnya saat merawat Bapak.

Waktu itu pasti mikir ‘ada apa? Sakit apa sebenarnya?’ kemudian selalu berusaha menenangkan diri ‘ayo Hanum gapapa jalanin dulu. Lakuin dulu.’ Urusan administrasi selesai, Bapak Ibu datang dan iya sama semua cuma diam tapi aku percaya pasti mereka juga bertanya-tanya ‘Bapak sakit apa emang? Kenapa sampai dibawa kesini?’ Tapi emang bener kok gedungnya namanya Tulip. Kemudian bertemu dokternya, baru bertemu sebentar terus ditunjukkan hasil cek lab darah terakhir saat keluar RS Wirosaban Bapaknya langsung bilang: ‘Ini bapak rawat inap ya’. Kaget. Bahkan kami belum kenalan, belum diberi tau sakit apa, perlu penanganan yang bagaimana. Ibu sampai bilang: ‘Kenapa dok? Sakit apa Bapak?’.

Bingung harus menanggapi bagaimana, baru pertama datang langsung disuruh rawat inap. Akhirnya mengurus administrasi lagi untuk rawat inap, bolak-balik dari gedung utama ke gedung Tulip dengan perasaan yang campur aduk. Campur aduk. Berusaha menenangkan diri terus, berusaha untuk ‘Gapapa Hanum kerjakan pelan-pelan, lakukan aja, ada Allah.’ Walaupun pada akhirnya waktu mengurus admisi rawat inap BPJS keluar lagi air matanya pelan-pelan. Cuma bisa bilang ‘ih gapapa Hanum, this shall too pass’ pikiran jelek waktu itu muncul banyak dengan keadaan masih ingin memperjuangkan mimpi S2.

Sampai di gedung Onkologi Anak lantai 7 untuk mengurus final rawat inap, pikiran jelek bermacam-macam muncul, ‘Kenapa harus aku? Kenapa aku harus seperti ini? Bagaimana denganku besok nasib masa depan? Kenapa teman-temanku enggak? Kenapa ya nggak mas atau mbak? Kenapa ya? Kenapa?’ pada waktu itu bingung sampai harus berhentiin pikiran negatifnya gimana, hampir nangis sambil berdoa terus ‘Allah gamau, hamba mohon hilangkan pikiran jeleknya.’

Terus selesai urusan administrasi, balik badan menuju lift, langsung kaget di depan mata liat ibu-ibu gendong anak kecil yang matanya kayak mau keluar gitu. Beneran. Beneran. Aku sampai bingung ngejelasinnya harus gimana. Karena beneran matanya besar banget kelopak matanya kayak ga ada gitu, matanya jadi kayak mau loncat keluar, aku sampai takut. Enggak, lebih parah dan lebih ngeri dari mata seorang anak hidrosefalus (coba google). Langsung speechless cuma bisa istighfar dalam hati sambil minta maaf ‘Allah maaf, astaughfirullah. Gaboleh mikir jelek lagi Hanum.’

Terus masuk lift bareng sama Ibunya yang gendong anak tadi, ada saudara ibunya juga kayaknya yang bawa termos dan keperluan rawat inap gitu. Di dalam lift gaberani liat, perasaan campur aduk sambil minta maaf sama Allah, sambil ngedoain ibu dan adeknya, sambil penasaran sebenernya sakit apa sampai seperti itu. Semakin banyak yang masuk lift, sama kayak aku, masuk lift terus pasti liat adeknya dulu. Sampai lantai 5 ada pasangan muda yang masuk, ibu muda gendong anak perempuan kecil lemes banget kayaknya, hadap-hadapan sama ibu tadi. Kemudian ibu muda tadi tanya ke ibunya ‘Sakit apa bu?’ ‘Neuroblastoma mbak.’ Dalam hati ‘Oooh neuroblastoma, emangnya apa itu?’ Semua orang di lift ngeliatin adeknya seperti terjawab sudah rasa penasarannya. Selama di lift enggak berhenti berdoa buat ibunya semoga diberi kekuatan, ketabahan, kesabaran dan keikhlasan, hampir nangis lagi hahaha karena pun waktu itu ngeliatin ibunya dengan sabar gendong sambil nenangin adeknya yang kayak ketakutan di dalam lift. Gatau mungkin karena pandangannya jadi besar gitu jadi kayak takut di dalam ruangan sempit. Aku juga gapaham, tapi yang jelas kejadian itu sangat membekas, dan aku percaya Allah emang sudah menjalankannya, agar aku melihat, agar aku belajar untuk tidak mengeluh, untuk lebih bersyukur, untuk tidak meratapi nasib.

Bapak dirawat selama 3 hari, Alhamdulillah tidak ditransfusi karena nilai Hb 8,7 normalnya Bapak. Tapi masih tetap sama menjalani USG, cek darah rutin, dan ada satu lagi penanganan yang baru pertama kali Bapak rasakan, namanya Biopsi. Jadi untuk mengetahui penyebab semua komponen darah Bapak yang nilainya di bawah normal perlu diambil sampel pada cairan sumsum tulangnya tempat dimana produksi komponen darah seluruh tubuh.

Kata Ibuku: ‘Untung Dek, tadi kamu pas ga di RS ibu aja takut liat Bapak dibor tulangnya.’

‘Oiya? Dibor gimana maksutnya? Dimananya?’

‘Iya itu di tulang dadanya, Bapak tadi juga cuma dibius lokal jadi bisa ngeliat ngebornya.’

Sampai bingung maksutnya dibor itu gimana, jadi Biopsi itu…penjelasannya ada disini Biopsi Sumsum Tulang hehehe

bersambung....