8 November 2017

Satu Jam Perjalanan

Sudah terhitung lebih dari setengah tahun aku tidak melihatmu seperti dulu. Sudah lebih dari setengah tahun aku tidak melihatmu bahagia penuh antusias mengabdikan dirimu untuk suatu keikhlasan dan ketulusan. Sepertinya ada sesuatu yang hilang dari dirimu?

Dalam pulangmu setiap malam satu jam perjalanan jauhnya, kamu tidak lagi berbicara padaku tentang kontempelasi kehidupan. Pikiranmu yang dalam dan bermakna dari hari-hari yang kamu jalani. Yang dulu kamu sering lakukan yang sampai rumah kemudian kamu menuliskannya dan mencari cara untuk membantu menyelesaikannya. Yang kamu tuliskan di buku kesukaanmu itu, aku suka nama bukunya: 
Buku Ide/Kontribusi 

Dalam pulangmu setiap malam, aku juga tidak mendengar lagi hatimu sedih saat melihat orang-orang malam itu mengayuh becaknya tanpa ada penumpang di depannya, mendengarmu menggerutu di sepanjang jalan bagaimana cara membantunya, atau keinginanmu agar bisa menjadi penumpang terakhir mereka setidaknya. 

Aku tidak melihat lagi tangan kananmu bersembunyi memberi di antara malam pulangmu kepada mereka orang-orang berpeluh dengan keranjang di depan yang masih penuh, dengan pakaian yang lusuh. Di antara hujan deras kamu dulu sering melihatnya masih dengan bunga-bunga yang belum satupun terjual. Atau melihat yang lain, di tepi jalan dia duduk menekuri keranjang-keranjangnya tidak ada satupun yang berminat, dan saat kamu mendekat terlihat mata yang sangat kelelahan. Aku tidak melihat lagi matamu basah akan kejadian-kejadian itu walaupun dulu malah justru kamu sering mencarinya. 

Aku tidak melihat lagi antusiasme atau sekedar sapaan ramah saat kamu pergi ke pasar, kamu dipanggil sama ibu-ibunya tetapi kamu menjawab sekenanya. Aku tidak melihat lagi tertawa bahagiamu bersama mereka simbah-simbah atau bapak ibu saat kamu mengantar ayahmu kontrol rutin di rumah sakit, karena kamu tidak ikut pergi kesana sekarang. Bahkan, untuk hal yang paling kecil saja aku tidak melihat lagi kamu menonton video favoritmu, kamu bahkan sudah tidak berminat untuk pergi ke Larantuka bertemu Mama Mia, ibu inspirasi Kopernik. 

Ada apa denganmu? 

Aku juga tidak mendengar lagi syukur yang sering kamu sematkan dalam perjalanan satu jammu itu. Syukur akan hidupmu yang ternyata begitu nyaman, yang kamu menyadari bahwa saat ternyaman menjalani semua aktivitasmu masih ada yang berjuang keras hanya untuk makan layak. Dan aku selalu suka kesimpulan dari akhir perjalanan, saat kamu sering berjanji untuk menjalani hari-harimu kedepan sebaik mungkin atas wujud kebersyukuran itu. 

Aku tidak mendengar lagi ajakanmu ke tempat yang sering kamu kunjungi saat penat. Desa yang telah menjadi abdianmu dulu selama setengah tahun. Yang saat kesana di sepanjang jalan tak henti-hentinya kamu bahagia karena merasakan curam naik turunnya jalan tersebut. Tapi aku tau bahagiamu tidak sekedar itu, bahagiamu menemukan tempatmu kembali, menghilang dari rutinitas sejenak, sapaan ramah masyarakat, kelucuan anak-anak.

Apakabar mereka? 
Apakabar kamu?
Kamu kemana selama ini? 

Aku sedih melihatmu akhir-akhir ini, kamu sering takut, terburu-buru, cuek sekali dengan sekitar, pikiranmu penat, kegiatanmu banyak, keinginanmu banyak, egois sekali kamu akhir-akhir ini dengan dirimu sendiri. Kamu mengatur diri terlalu keras, satu jam perjalananmu lebih cepat sekarang karena kamu ingin segera pulang dan menyelesaikan semua. Satu jam perjalananmu hanya diam, atau malah marah, kesal dengan hari yang baru saja kamu jalani. Aku tidak tau ini memang sudah waktunya atau hanya sekedar fase yang harus dijalani sebentar. Tetapi aku rindu, aku rindu sekali dengan salah satu bagianmu yang dulu. 

Hatimu kering.....inginku melunakkannya.

1 komentar:

  1. Terkadang kamu perlu mengorbankan hal2 kecil yang bermakna besar untuk satu dua tanggung jawab yang lebih besar (yang terkadang tidak terlihat mulia padahal hal paling mulia adalah ketika kamu tidak senang melakukannya tapi kamu tetap melakukannya demi satu dua senyuman orang lain, orang tuamu mungkin?). Terkadang berhenti melakukan sesuatu itu bukan berarti keluar selama-lamanya (hanya tertunda untuk satu dua tanggung jawab yang sekali lagi, mungkin tidak terlihat berharga tapi percayalah semua hal baik itu berharga).
    Lagi pula, tanah yang kering pun akan basah dan subur lagi ketika hujan datang. Apalagi hatimu :)
    Tetap semangat, percayalah, tidak semua hal mulia terlihat mulia begitu saja :)

    BalasHapus