ini post purely my personal opinion, sharing insight dari apa yang aku alami beberapa tahun belakang ini, terutama dalam kehidupan kampus hehe, enjoy it, and let's discuss, sangat open dengan opini kalian juga :)
Baru kenal istilah ini beberapa hari yang lalu. Jadi secara
awam in between itu sebutan golongan orang-orang antara. Antara si agamis
dengan si duniawi, antara akademisi dengan si titip absen setiap hari, antara si sederhana dengan si sosialita,
antara yang suka nongki-nongki dengan yang kuliah-pulang-kuliah pulang, antara
yang sibuk kemana-mana rapat dengan yang selonya kebangetan, antara yang si
aktivis kontributif dengan yang lurus-lurus aja, dan antara-antara yang
lainnya. Aku ga ngejudge salah satu golongan mereka adalah golongan baik dan
yang satunya golongan buruk atau yang satu golongan bener dan satunya golongan
salah. Karena hidup terlalu sempit kalau hanya dilihat dari kacamata kuda
seperti itu.
In between itu orang-orang yang dia bisa adaptif di
golongan-golongan yang disebutkan diatas, dalam artian, dia bisa ngobrol dan berinteraksi
dengan si agamis tapi ada suatu masa dia juga bisa dengan si duniawi, tetapi
dengan kadar yang tidak berlebihan atau tidak terpengaruh secara berlebihan. Jadi
kayak it’s okay now im in your circle and I respect it but I also have my own
principle and integrity. Inget own, karena
setiap orang pasti juga punya their own integrity and principle. In between ini
ngejelasin dimana golonganku berada, ini seriously baru sadar pas curhatanku
ditanggepin Dina. Kalau ibuku tanggepannya bilang itu termasuk golongan ‘moderate’
ya ditengah-tengah, intinya kamu punya experience bertemu macem-macem golongan
orang dan jenisnya.
Kalau dipikir-pikir iya juga sih, dari segi organisasi udah pernah
ngicipin dari yang level jurusan, fakultas, universitas, regional yogyakarta,
sampai nasional, bahkan having corresponden untuk network international. Atau untuk
golongan dari yang anak-anak, karena aku ngajar, yang lebih muda-muda di kota
dan desa, yang lebih dewasa, bahkan yang lebih tua. Atau dari golongan kuli
bangunan, penjaga warung, kepala dusun, dosen, expertise, relawan, founder, pekerja
profesional, entrepeneur, CEO dan sebagainya yang pernah aku temui. Yang semua
experience itu membuatku paham sampai pada tingkat dimana aku bisa belajar insight
dari mereka dan aku bisa belajar bagaimana merespon atau menghargai mereka
dengan baik. itu salah satu manfaat dari in between mungkin. Aku percaya di
luar sana masih banyak orang yang lebih luas dan random in betweenya. Jadi ini
personally opiniku saja hehe.
Nah yang aku pelajari dan ingin sharingkan dari menjadi
seorang in between ini adalah aku jadi tambah paham, tambah percaya dan
meyakini bahwa toleransi itu penting, don’t judge people by its cover itu bener
banget adanya. Karena sekali lagi aku tekankan we know nothing about everyone,
kita tidak tau latarbelakang keluarganya seperti apa, lingkungan seperti apa
yang mereka jalani, daya juang hidup seperti apa yang mereka lakukan,
kebaikan/keburukan apa yang mereka lakukan dan sembunyikan. Judge dalam hal ini
tidak melulu judge yang buruk tetapi juga baik loh. Maksutnya judge baik yang
bisa jadi buruk itu adalah saat judge baik tersebut kemudian digunakan untuk
membandingkan, mengejek atau meremehkan orang lain. Judge baik itu boleh tetapi
judgelah hanya pada satu pihak saja. Judge itu akan tidak menjadi baik saat
dicomparekan dengan orang lain, because you know nothing about everyone.
Kamu gabisa ngejudge begitu saja orang yang outlooknya dia
kayak ga ngerti agama, ga pernah sedekah, gatau aqidah, dan kamu tiba-tiba
merasa lebih baik dengan outlookmu yang beragama. Karena kamu gatau yang ga
kamu liat, aku punya beberapa kenalan yang misal dia dari luar kelihatan sangat
agamis, tetapi sholat aja lupa, atau malah ada yang pake kerudung aja enggak,
baju masih sopan sih, tetapi dia adalah orang yang selama aku berada disisinya
selalu ngajakin sholat tepat waktu, even itu bisa dikerjain di kos pun tetep
milih nanti dulu pulangnya sholat dulu. Bahkan dalam keadaan rapat bersama
atasan pun berani untuk menyela dan ijin, atau yang kerudungnya biasa aja ga
pakai rok ig story nya random-random tapi dia yang selalu ngajakin aku puasa
senin kamis dan buka di masjid Nurul Asri sambil ngedengerin kajian. Yang kayak
gitu ternyata banyak mereka berproses menjadi lebih baik dengan sederhana dan
having no worries about people’s opinion. Atau ada yang dari luar keliatannya
serem-serem, so selfish dengan hidupnya sendiri dan acuh sama pandangan orang
lain. tetapi ternyata tiap weekend having volunteer di pinggir sungai code,
dengan tulusnya berkontribusi langsung dan nyata :’) kamu masih mau berprasangka atau judge buruk dengan orang seperti itu hanya dilihat dari outlooknya?
Akhir-akhir ini aku merasa beruntung bisa ngrasain kuliah di
Teknik Sipil UGM yang aku bertemu dengan macem-macem orang dari berbagai
golongan, jenis karakter dan sebagainya. Tetapi yang akhir-akhir ini aku rasain
banget adalah aku jadi lebih realistis orangnya. Realistis bukan berarti yang
nyerah dan menerima keadaan begitu saja. Tetapi realistis yang kita bisa
berani, tau dan paham menghadapi dunia luar paska kampus itu bagaimana, dunia
real lapangan itu seperti apa. Apa-apa saja pengetahuan, strategi, karakter dan
skill yang harus kita punya untuk meghadapi dunia kedepan dengan jalan track
hidup yang dipilih. Seriously. Ya mungkin itu emang berlaku untuk di semua
tempat dan sebagian besar orang yang sedang dalam jajakan quarter life-nya. Tapi
gatau aku merasa berbeda aja, di Teknik Sipil UGM sedang banyak-banyaknya
sharing paska kampus mungkin ya dengan alumni yang profesinya beda-beda dan
ditambah lowongan kerja yang bermacam-macam jenisnya dan sering ditawarkan
sehingga banyak mahasiswa nganggep itu challenge yang harus diraih, dihadapi
atau dicoba.
Akhir-akhir ini aku ngobrol, ngeliat temen-temen udah jalan
dalam track hidupnya masing-masing, strategi kehidupan yang mereka rancang ga
main-main, dan usaha mereka pun ga main-main. Walaupun kalau dilihat dari luar
atau outlook mereka kayak nakal, badannya besar-besar brewokan, mukanya
serem-serem, wkwkw, maap guys :p tapi kalau udah ngobrol sama mereka bisa
begitu asyik juga bisa serius dan kritis. Dan yang paling ngebuatku terbuka
pikirannya dan having more tolerance adalah saat mereka bisa sangat ngehargai
kamu dengan outlook yang seperti itu :p Misal kalau lagi kumpul gitu makan,
ngerjain tugas atau apa aja aktivitas yang sering cewek sipilnya cuma satu cowoknya
lima orang atau lebih, makan di restoran terus diliatin karena ceweknya
sendirian ditengah cowok-cowok serem gitu wkwk,
Cowok 1: *ambil rokok dari sakunya*
Cowok 2: ‘he kamu tu lo’
Cowok 1: ‘ada apa?’
Cowok 2: ‘Ada hanum ni loh, ngrokok sembarangan’
Cowok 1: ‘oiya lupa maaf hehe, gimana num boleh ga’
Hanum: iyaaa seloo aku sehat kok tiap pagi jogging
Dan kejadian-kejadian gentle lain yang aku merasa dihargai
sejenak di kehidupan perkampusanku termasuk mereka-mereka yang selalu perhatian
dan nyemangatin buat: ‘Hanum jangan maksain diri, selo wae’ ‘Hanum jangan sedih’
‘Hai Hanum jangan sepaneng terus dong’ dan lain-lain wkwk kehidupan kampus yang
bakal terus aku inget dan susah untuk dilupain :’ huhu terharu ambil tissue
Aku juga merasa beruntung kuliah di Teknik Sipil UGM saat
aku bisa mempunyai pengetahuan tentang pembangunan infrastuktur mulai dari
perancangan, pelaksanaan, operation&maintenance itu bagaimana. Yang dalam
setiap tahap tersebut banyak faktor-faktor yang perlu diperhitungkan misal:
RAB, risk managing, cost flow, bunga bank, scheduling, monitoring, faktor
eksternal internal dan semuanya. Serba detail dan diperhatikan. Dan aku merasa
itu terbawa dalam diri masing-masing anak Teknik Sipil, mereka jadi lebih
realistis dengan strategi yang matang dengan usaha yang kuat dan fokus yang
akhirnya ngebentuk mereka jadi lebih mandiri.
Temen-temen berbadan besar dan
brewokan tadi, kayak gitu mereka udah punya pandangan kedepan yang matang
ternyata hahahaha, mereka udah mengkalkulasi tipe-tipe rumah, harga tanah,
kerja dimana, ngeumrohin orang tua kapan, nikah kapan dengan wedding cost
seberapa, dan fasilitas-fasilitas yang lain dibutuhkan untuk memasuki
tahap-tahap kehidupan mereka itu seberapa dengan uang mereka sendiri, bahkan
itu semua dihitung dengan bunga bank wkwkw. Jadi kalau gue invest segini,
produktivitas segini, fee yang gue terima segini, gue berapa tahun perlu kerja dan nentuin waktu disaat gue bisa nikah,
beli rumah, dan lain-lain secara mandiri. Itu beneran, beneran, sampe shock aku
dengernya astaga wkwkw even temenku itu mau lanjut kuliah lagi pun dia having
plan memandirikan dirinya dengan ngejar beasiswa, nanti kuliah sambil
internship, part time atau having project dimana dengan fee seberapa sehingga
pulang aku bisa nikah, beli rumah, dan ini itu. Gila emang, padahal outlooknya
kagak keliatan bermasa depan terstruktur wkwk
Dengan menjadi in between gitu bukan berarti terus gampang mengikuti arus kesana kemari hanya untuk biar bisa adaptif. No. malah justru itu
sebagai ajang mengenal diri juga kalau menurutku. Mengenal diri karena orang
itu having no business dengan apa yang kamu lakukan, kamu mau nglakuin apapun it’s
okay. Jadi itu malah membuatku semakin bisa mengenal diri dan mengetahui kadar
diri, principle and integrity ku itu sebenarnya apa aja.
Nah jadi seperti itulah rasa nano-nano in between, masih ada
lagi insight-insight yang aku dapetin yang mengukuhkanku bahwa: aku gaboleh meremehkan
orang lain, termakan stereotype, termakan outlook, termakan status quo. Ga gaboleh
dan gaperlu.
Dunia ini akan lebih indah saat manusianya saling menghargai
satu sama lain :)
Dan jangan bebani pikirmu penuh dengan prasangka opinion
tentang orang lain. Take it easy and having your own principle and integrity :)
Couldnt agree more!!
BalasHapusBtw, siapa nih badan gede brewokan??
Itu claudio, iantul, dika, hasyim, afiq, mereka udah pada punya tabungan masa depaan lii :'' pdhal mereka target nikah 27 28 29an li
Hapus