2 Mei 2017

Kedudukan Perempuan dalam Islam

Jadi hari sabtu kemarin saya dan teman saya Dina pergi ke pameran buku murah terbesar seAsia yaitu Big Bad Wolf di ICE BSD City, Tangerang Selatan. Pameran ini merupakan pameran BBW kedua yang saya datangi setelah yang kemarin di Surabaya. Saya cukup selektif dan menjaga mata saat berkeliling melihat dan mencari buku yang saya idamkan. Berkaca dari pameran tahun lalu saya banyak membeli buku yang saya tidak tau itu apa isinya, atau hanya tau pengarangnya saja alhasil boros dan sampai sekarang banyak buku yang belum selesai saya baca. Selain itu pelajaran yang lain dari pameran yang pertama, saya baru sadar banyak buku yang saya beli bergenre self-help dan business yang akhirnya membuat saya bosan. Akhirnya dalam pameran kali ini saya berusaha untuk membuat setidaknya hanya 1 buku satu genre, sehingga saya perlu browsing-browsing review buku banyak genre untuk saya beli di BBW Jakarta. Daaan akhirnya ini lah yang saya temukan dalam pencarian dan pemanjaan mata di BBW.



Agak sedikit kecewa sih karena ada beberapa buku yang saya tau itu ada di BBW dan ternyata sudah habis :( sedih. Sedih banget. Judulnya Rosie Project dan Rosie Effect itu novel sih genre romance tapi menurut review yang saya baca saya sangat tertarik. Temen-temen yang ke BBW kemarin kalau ada yang punya dan gamau, saya beli aja sini.

Salah satu buku yang saya beli di BBW adalah buku karya M. Quraish Shihab dengan judul ‘Membumikan Al Qur’an’. Sejauh ini buku-buku islami yang saya suka baca dan koleksi karyanya hanya terpaut pada 2 tokoh: Buya Hamka (yang karena ibu saya juga suka dan akhirnya saya juga suka membaca karya beliau) dan M. Quraish Shihab. Saya sangat terkesan dengan tutur kata, gaya bahasa, dan dalamnya pemikiran beliau berdua ini, ditambah dengan bahasanya yang lembut, indah sekaligus mencerahkan. Dalam buku tersebut saya tertarik untuk pertama kali membaca 2 bab tentang Perempuan dalam Islam, Bab pertama: Kedudukan Perempuan dalam Islam berisi tentang bagaimana kedudukannya, asal kejadiannya dan hak-haknya yang diajarkan oleh Islam dan Bab kedua: Kualitas Pribadi Muslimah. Berikut akan saya tuliskan sedikit resensi dari bab tersebut yang saya baca.

Salah satu tema utama sekaligus prinsip pokok dalam ajaran Islam adalah persamaan antara manusia, baik antara lelaki dan perempuan maupun antarbangsa, suku dan keturunan. Perbedaan yang ada hanyalah nilai pengabdian dan ketakwaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sesuai dengan firmanNya

‘Wahai manusia, sesungguhnya kami telah menciptakan kamu (terdiri) dari laki-laki dan perempuan dan kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal, sesungguhnya yang termulia diantara kamu adalah yang paling bertakwa.’ (QS 49:13)

Ajaran Islam hakikatnya memberikan perhatian yang besar terhadap kedudukan dan kehormatan perempuan. Banyak faktor yang mengaburkan keistimewaan ini dan malah sering merendahkannya, hal itu disebabkan oleh salah satu diantaranya kedangkalan pengetahuan keagamaan. Sehingga tidak jarang agama Islam diatasnamakan untuk pandangan dan tujuan yang tidak dibenarkan tersebut.

Asal Kejadian Perempuan
Subbab ini termasuk penting buat saya karena ada suatu statement yang selama ini banyak beredar dan diyakini banyak muslim tetapi ternyata tidak seperti itu adanya atau jika dibilang salah pemahaman bisa jadi. Al Qur’an menjelaskan bahwa melalui ayat pertama surat Al-Nisa’:

'Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari jenis yang sama dan darinya Allah menciptakan pasangannya dan dari keduanya Allah memperkembangbiakan lelaki dan perempuan yang banyak.'

Al Qur’an secara tegas menerangkan bahwa asal kejadian manusia(perempuan dan laki-laki) keduanya berasal dari satu jenis yang sama dan bahwa dari keduanya secara bersama-sama Allah mengembangbiakan keturunannya baik lelaki maupun perempuan. Benar bahwa ada suatu hadis Nabi yang dinilai shahih(dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya) yang berbunyi: Saling pesan-memesanlah untuk berbuat baik kepada perempuan, karena mereka diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. (Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi dari sahabat Abu Hurairah)

Benar ada hadis yang berbunyi demikian tetapi tidak dibenarkan atau selama ini dipahami secara keliru bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk Adam, yang kemudian mengesankan kerendahan derajat kemanusiannya dibandingkan dengan lelaki. Namun cukup banyak ulama yang telah menjelaskan makna sesungguhnya dari hadis tersebut. Muhammad Rasyid Ridha dalam Tafsir Al-Manar menulis: ’Seandainya tidak tercantum kisah kejadian Adam dan Hawa dalam Kitab Perjanjian Lama (Kejadian II;21) dengan redaksi yang mengarah kepada pemahaman di atas, niscaya pendapat yang keliru itu tidak akan pernah terlintas dalam benak seorang Muslim’

Tulang rusuk yang bengkok dalam hadis diatas harus dipahami dalam pengertian majazi (kiasan), yang mengartikan bahwa suatu peringatan bagi para lelaki agar menghadapi perempuan dengan bijaksana. Karena ada sifat, karakter, dan kecenderungan mereka yang tidak sama dengan lelaki, hal mana bila tidak disadari akan mengantar kaum lelaki untuk bersikap tidak wajar. Mereka tidak akan mampu mengubah karakter sifat bawaan perempuan, kalaupun berusaha maka akan berakibat fatal sebagaimana meluruskan tulang rusuk yang bengkok.

Dalam surah Al Isra ayat 70 ditegaskan bahwa
'Sesungguhnya kami telah memuliakan anak-anak Adam. Kami angkat mereka di daratan dan di lautan (untuk memudahkan mencari kehidupan). Kami beri mereka rezeki yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk-makhluk yang kami ciptakan.'

Tentu kalimat anak-anak Adam mencakup lelaki dan perempuan, demikian pula penghormatan Allah yang diberikanNya itu, mencakup anak Adam seluruhnya baik lelaki maupun perempuan. Sekaligus pemahaman ini juga dipertegas dengan ayat 195 Surah Ali ‘Imran yang menyatakan:
Sebagian kamu adalah bagian dari sebagian yang lain, dalam arti bahwa ‘sebagian kamu (hai umat manusia yakni lelaki) berasal dari pertemuan ovum perempuan dan sperma lelaki dan sebagian yang lain(yakni perempuan) demikian juga halnya.’ Kedua jenis kelamin ini sama-sama manusia. Tak ada perbedaan antara mereka dari segi asal kejadian dan kemanusiaanya. Dan Allah mempertegas bahwa

'Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal, baik lelaki maupun perempuan' (QS 3:195).

Demikian terlihat bahwa Al Qur’an mendudukan perempuan pada tempat yang sewajarnya serta meluruskan segala pandangan yang salah dan keliru yang berkaitan dengan kedudukan dan asal kejadiannya.

Hak-Hak Perempuan
Al Qur’an berbicara tentang perempuan dalam berbagai ayatnya yang berisi tentang berbagai sisi kehidupan perempuan termasuk hak dan kewajiban serta adapula uraian keistimewaan-keistimewaan tokoh-tokoh perempuan dalam sejarah agama atau kemanusiaan. Berikut beberapa hak yang dimiliki oleh perempuan menurut pandangan Islam:

Hak-Hak Perempuan dalam Bidang Politik
Dalam surah Al Taubah ayat 71:

'Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka adalah awliya’ bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh untuk mengerjakan yang ma’ruf, mencegah yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.'

Ayat diatas dapat dipahami sebagai kewajiban melakukan kerjasama antar lelaki dan perempuan dalam berbagai bidang kehidupan yang dilukiskan dengan kalimat menyuruh mengerjakan yang ma’ruf dan mencegah yang munkar. Dan kata awliya’ dalam pengertiannya, mencakup kerja sama, bantuan, dan penguasaan, sedang pengertian yang dikandung oleh ‘menyuruh mengerjakan yang ma’ruf mencakup segala segi kebaikan atau perbaikan kehidupan, termasuk memberi nasihat(kritik) kepada penguasa. Dengan demikian setiap lelaki dan perempuan muslimah hendaknya mampu mengikuti perkembangan masyarakat agar masing-masing mereka mampu melihat dan memberi saran atau nasihat dalam berbagai bidang kehidupan. Dan disisi lain Al Qur’an juga mengajak umatnya (lelaki dan perempuan) untuk bermusyawarah, melalui ayatNya

'Urusan mereka (selalu) diputuskan dengan musyawarah' (QS 42:38)

Ayat ini dijadikan dasar pula oleh banyak ulama untuk membuktikan adanya hak berpolitik bagi setiap lelaki dan perempuan. Sejarah Islam banyak menunjukkan betapa kaum perempuan terlibat dalam berbagai bidang kemasyarakatan, tanpa terkecuali. Kenyataan sejarah menunjukkan sekian banyak di antara kaum wanita yang terlibat dalam soal politik praktis. Ummu Hani misalnya, dibenarkan sikapnya oleh Nabi Muhammad saw. Ketika memberi jaminan keamanan kepada sementara orang musyrik (jaminan keamanan merupakan salah satu aspek bidang politik). Bahkan istri Nabi Muhammad saw. Sendiri yakni Aisyah r.a., memimpin langsung peperangan melawan Ali ibn Abi Thalib yang ketika itu menduduki jabatan Kepala Negara. Isu terbesar dalam peperangan tersebut adalah soal suksesi setelah terbunuhnya Khalifah Ketiga yaitu Utsman r.a. Peperangan itu kemudian dikenal dalam sejarah Islam dengan nama Perang Unta (665 M) Keterlibatan Aisyah bersama sekian banyak sahabat Nabi dan kepemimpinannya dalam peperangan itu, menunjukkan bahwa beliau bersama pada pengikutnya itu menganut paham kebolehan keterlibatan perempuan dalam politik praktis sekalipun. Suatu hal yang mengejutkan saat saya juga menemukan fakta sejarah ini dari suatu artikel di situs berita besar dunia global (lupa nyimpen linknya) yang berisi opini penulis tentang perempuan dalam Islam, padahal yang nulis jurnalis non-muslim.   

Harus diakui bahwa ada sementara ulama yang menjadikan firman Allah dalam Surah Al Nisa’ ayat 34: Lelaki-lelaki adalah pemimpin perempuan-perempuan… sebagai bukti tidak bolehnya perempuan terlibat dalam persoalan politik. Karena para ulama tersebut mengatakan kepemimpinan berada di tangan lelaki, sehingga hak-hak berpolitik perempuan pun telah berada di tangan mereka. Pandangan ini bukan saja tidak sejalan dengan ayat-ayat yang dikutip di atas tetapi juga tidak sejalan dengan makna sebenarnya yang diamanatkan oleh ayat yang disebutkan itu. Ayat tersebut berbicara tentang kepemimpinan lelaki dalam hal ini suami terhadap seluruh keluarganya dalam bisang kehidupan rumah tangga.

Hak-Hak Perempuan dalam Memilih Pekerjaan
Menurut sejarah Islam kaitannya keterlibatan perempuan dalam pekerjaan, Islam membenarkan untuk mereka aktif dalam berbagai aktivitas. Para perempuan boleh bekerja dalam berbagai bidang, di dalam ataupun di luar rumahnya, sendiri atau bersama orang lain, dengan lembaga pemerintah maupun swasta. Yang perlu digarisbawahi adalah selama pekerjaan tersebut dilakukannya dalam suasana terhormat, sopan, serta selama mereka dapat memelihara agamanya, serta dapat pula menghindari dampak-dampak negatif dari pekerjaan tersebut terhadap diri dan lingkungannya. Nih notetomyself!.

Pekerjaan dan aktivitas yang dilakukan oleh perempuan pada masa Nabi cukup beragam, seperti yang dikemukakan sebelumnya nama-nama istri Nabi yang tercatat sebagai tokoh-tokoh yang terlibat dalam peperangan. Keterlibatan perempuan dalam jihad. Di samping itu, ada pula perempuan pada masa Nabi yang aktif dalam lain bidang pekerjaan. Ada yang bekerja sebagai perias pengantin, seperti Ummu Salim binti Malhan, ada yang menjadi perawat di medan perang, ada yang menjadi bidan dan sebagainya. Dalam bidang perdagangan, istri nabi, Khadijah binti Khuwailid tercatat sebagai seorang yang sangat sukses. Istri Nabi saw. yang lain, Zinab binti Jahsy juga aktif bekerja sampai pada menyamak kulit binatang dan hasil usahanya itu beliau sedekahkan. Raithah, istri sahabat nabi, Abdullah ibn Mas’ud juga sangat aktif bekerja karena suami dan anaknya ketika itu tidak mampu mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Al Syifa’ perempuan yang pandai menulis ditugaskan oleh Khalifah Umar r.a. sebagai petugas yang menangani pasar Kota Madinah.

Rasulullah saw. dalam hal ini juga banyak memberi perhatian dan pengarahan kepada perempuan agar menggunakan waktu sebaik-baiknya dan mengisinya dengan pekerjaan yang bermanfaat. Beliau bersabda:
Sebaik-baik “permainan” seorang perempuan Muslimah di dalam rumahnya adalah memintal/menenun. (Hadi diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari Abdullah bin Rabi’ Al Anshari.)

Begitupula dibenarkan oleh Aisyah r.a. bahwa ‘Alat pemintal di tangan perempuan lebih baik daripada tombak di tangan lelaki'. Tetapi tentu saja tidak semua jenis pekerjaan yang ada pada masa sekarang telah ada pada masa Nabi saw. Kemudian para ulama menyimpulkan bahwa perempuan dapat melakukan pekerjaan apapun selama ia membutuhkannya atau pekerjaan itu membutuhkannya dan selama norma-norma agama dan susila tetap terpelihara.

Hak dan Kewajiban Belajar
Banyak sekali ayat Al Qur’an dan hadis Nabi saw. yang berbicara tentang kewajiban belajar, baik kewajiban tersebut ditujukan kepada lelaki maupun perempuan.

'Bacalah demi Tuhanmu yang telah menciptakan…..Keistimewaan manusia yang menjadikan para malaikat diperintahkan sujud kepadanya adalah karena makhluk ini memiliki pengetahuan' (QS 2:31-34)

Baik lelaki maupun perempuan diperintahkan untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya: Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap Muslim (dan Muslimah). Al Qur’an memberikan pujian kepada ulu al-albab, yang berzikir dan memikirkan tentang kejadian langit dan bumi. Zikir dan pemikiran yang menyangkut hal tersebut akan mengantar manusia untuk mengetahui rahasia-rahasia alam raya ini, dan hal tersebut tidak lain dari pengetahuan. Mereka yang dinamai ulu al-albab tidak terbatas pada kaum lelaki saja, tetapi juga kaum perempuan. Ini berarti kaum perempuan dapat berpikir, mempelajari, dan kemudian mengamalkan apa yang mereka hayati dari zikir kepada Allah serta apa yang mereka ketahui tentang alam raya ini. Pengetahuan yang berkaitan dengan berbagai disiplin ilmu, sehingga perempuan bebas mempelajari apa saja sesuai dengan keinginan dan kecenderungan mereka masing-masing. 

Para perempuan di zaman Nabi saw. menyadari benar kewajiban ini, sehingga mereka memohon kepada Nabi agar beliau mau menyisihkan waktu khusus untuk mereka menuntut ilmu pengetahuan dan permohonan ini tentu dikabulkan oleh Nabi saw. Banyak perempuan pada masa Nabi yang sangat menonjol pengetahuannya dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan yang menjadi rujukan sekian banyak tokoh lelaki. Istri Nabi, Aisyah r.a. adalah seorang yang sangat dalam pengetahuannya serta dikenal pula sebagai kritikus. Sampai-sampai dikenal secara luas ungkapan Nabi Muhammad saw.:
Ambillah setengah pengetahuan agama kalian dari Al Humaira’(Aisyah)

Dan juga masih banyak lagi nama perempuan yang menjadi guru dari beberapa tokoh mazhab. Harus diakui bahwa bidang ilmu yang terdapat pada masa awal Islam belum sebanyak dan seluas masa sekarang. Namun, Islam tidak membeda-bedakan antara satu disiplin ilmu dengan yang lainnya. Dalam hal ini, Syaikh Muhammad ‘Abduh menulis:

‘Kalaulah kewajiban perempuan mempelajari hukum-hukum agama kelihatannya amat terbatas, maka sesungguhnya kewajiban mereka untuk mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan rumah tangga, pendidikan anak, dan sebagainya yang merupakan persoalan-persoalan duniawai (dan yang berbeda sesuai dengan perbedaan waktu, tempat, dan kondisi) jauh lebih banyak daripada soal-soal keagamaan.’

Demikian sekilas hak dan kewajiban perempuan dalam beberapa bidang. Tentunya masih banyak yang lain. Kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa mereka, sebagaimana sabda Rasul saw. adalah Syaqa’iq Al Rijal (saudara-saudara sekandung kaum lelaki) sehingga kedudukannya serta hak-haknya hampir dapat dikatakan sama. Kalaupun ada yang membedakan, maka itu hanyalah akibat fungsi dan tugas-tugas utama yang dibebankan Allah pada masing-masing jenis kelamin, sehingga perbedaan yang ada tidak mengakibatkan yang satu merasa memiliki kelebihan atas yang lain:

'Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain, karena bagi lelaki ada bagian dari apa yang mereka peroleh (usahakan) dan bagi perempuan juga ada bagian yang dari apa yang mereka peroleh (usahakan) dan bermohonlah kepada Allah dari karuniaNya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.' (QS 4:32)

Dapat dilihat bahwa sungguh Islam tidak membatasi perempuan dalam banyak bidang, malah justru menghormati dan memberi kedudukan yang pantas dan terpuji. Sangat sedih saat sekarang banyak steorotype tentang perempuan yang masih dianggap rendah daripada laki-laki, membatasi ruang gerak perempuan untuk berkarya melalui bidang yang mereka sukai. Hanya karena budaya atau tradisi yang sebelumnya tidak pernah dilakukan sehingga menimbulkan anggapan suatu hal yang tidak normal atau tidak pantas dilakukan oleh seorang perempuan, padahal yang mereka lakukan masih dalam koridor-koridor norma agama dan susila. Salah satu stereotypenya yaitu wanita karir atau wanita yang belajar setinggi-tingginya demi mengejar apa yang dia tekuni maka sudah pasti tidak dapat mengelola rumah tangganya dengan baik. Bagaimana bisa tau? Saya percaya setiap perempuan sadar dan mengerti akan kodratnya, bawaan alamiah yang sudah ada. Kalau kita berkata bahwa salah satu tugas utama perempuan adalah mendidik anak-anaknya, bagaimana mungkin tugas pokoknya itu dapat mereka laksankan secara baik kalau mereka tidak diberi kesempatan untuk belajar? Bukankah perempuan adalah sekolah yang bila dipersiapkan dengan baik, mereka akan melahirkan generasi yang cerdas?

Maha Benar Allah dalam segala firmanNya.
Demikianlah, semoga bermanfaat :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar