Jadi hari sabtu kemarin saya dan
teman saya Dina pergi ke pameran buku murah terbesar seAsia yaitu Big Bad Wolf
di ICE BSD City, Tangerang Selatan. Pameran ini merupakan pameran BBW kedua
yang saya datangi setelah yang kemarin di Surabaya. Saya cukup selektif dan
menjaga mata saat berkeliling melihat dan mencari buku yang saya idamkan. Berkaca
dari pameran tahun lalu saya banyak membeli buku yang saya tidak tau itu apa
isinya, atau hanya tau pengarangnya saja alhasil boros dan sampai sekarang
banyak buku yang belum selesai saya baca. Selain itu pelajaran yang lain dari
pameran yang pertama, saya baru sadar banyak buku yang saya beli bergenre
self-help dan business yang akhirnya membuat saya bosan. Akhirnya dalam pameran
kali ini saya berusaha untuk membuat setidaknya hanya 1 buku satu genre,
sehingga saya perlu browsing-browsing review buku banyak genre untuk saya beli
di BBW Jakarta. Daaan akhirnya ini lah yang saya temukan dalam pencarian dan pemanjaan
mata di BBW.
Agak sedikit kecewa sih karena
ada beberapa buku yang saya tau itu ada di BBW dan ternyata sudah habis :( sedih. Sedih banget. Judulnya
Rosie Project dan Rosie Effect itu novel sih genre romance tapi menurut review
yang saya baca saya sangat tertarik. Temen-temen yang ke BBW kemarin kalau ada
yang punya dan gamau, saya beli aja sini.
Salah satu buku yang saya beli di
BBW adalah buku karya M. Quraish Shihab dengan judul ‘Membumikan Al Qur’an’.
Sejauh ini buku-buku islami yang saya suka baca dan koleksi karyanya hanya
terpaut pada 2 tokoh: Buya Hamka (yang karena ibu saya juga suka dan akhirnya
saya juga suka membaca karya beliau) dan M. Quraish Shihab. Saya sangat
terkesan dengan tutur kata, gaya bahasa, dan dalamnya pemikiran beliau berdua ini, ditambah dengan bahasanya yang lembut, indah sekaligus mencerahkan. Dalam buku tersebut saya tertarik
untuk pertama kali membaca 2 bab tentang Perempuan dalam Islam, Bab pertama:
Kedudukan Perempuan dalam Islam berisi tentang bagaimana kedudukannya, asal kejadiannya
dan hak-haknya yang diajarkan oleh Islam dan Bab kedua: Kualitas Pribadi
Muslimah. Berikut akan saya tuliskan sedikit resensi dari bab tersebut yang
saya baca.
Salah satu tema utama sekaligus
prinsip pokok dalam ajaran Islam adalah persamaan antara manusia, baik antara
lelaki dan perempuan maupun antarbangsa, suku dan keturunan. Perbedaan yang ada
hanyalah nilai pengabdian dan ketakwaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sesuai
dengan firmanNya
‘Wahai manusia, sesungguhnya kami telah menciptakan kamu (terdiri) dari
laki-laki dan perempuan dan kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
agar kamu saling mengenal, sesungguhnya yang termulia diantara kamu adalah yang
paling bertakwa.’ (QS 49:13)
Ajaran Islam hakikatnya
memberikan perhatian yang besar terhadap kedudukan dan kehormatan perempuan. Banyak
faktor yang mengaburkan keistimewaan ini dan malah sering merendahkannya, hal
itu disebabkan oleh salah satu diantaranya kedangkalan pengetahuan keagamaan.
Sehingga tidak jarang agama Islam diatasnamakan untuk pandangan dan tujuan yang
tidak dibenarkan tersebut.
Asal Kejadian Perempuan
Subbab ini termasuk penting buat
saya karena ada suatu statement yang selama ini banyak beredar dan diyakini
banyak muslim tetapi ternyata tidak seperti itu adanya atau jika dibilang salah
pemahaman bisa jadi. Al Qur’an menjelaskan bahwa melalui ayat pertama surat
Al-Nisa’:
'Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan
kamu dari jenis yang sama dan darinya Allah menciptakan pasangannya dan dari keduanya
Allah memperkembangbiakan lelaki dan perempuan yang banyak.'
Al Qur’an secara tegas
menerangkan bahwa asal kejadian manusia(perempuan dan laki-laki) keduanya
berasal dari satu jenis yang sama dan bahwa dari keduanya secara bersama-sama
Allah mengembangbiakan keturunannya baik lelaki maupun perempuan. Benar bahwa
ada suatu hadis Nabi yang dinilai shahih(dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya) yang berbunyi: Saling pesan-memesanlah untuk berbuat baik kepada perempuan, karena
mereka diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. (Diriwayatkan oleh
Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi dari sahabat Abu Hurairah)
Benar ada hadis yang berbunyi
demikian tetapi tidak dibenarkan atau selama ini dipahami secara keliru bahwa
perempuan diciptakan dari tulang rusuk Adam, yang kemudian mengesankan
kerendahan derajat kemanusiannya dibandingkan dengan lelaki. Namun cukup banyak
ulama yang telah menjelaskan makna sesungguhnya dari hadis tersebut. Muhammad Rasyid Ridha dalam
Tafsir Al-Manar menulis: ’Seandainya tidak
tercantum kisah kejadian Adam dan Hawa dalam Kitab Perjanjian Lama (Kejadian
II;21) dengan redaksi yang mengarah kepada pemahaman di atas, niscaya pendapat
yang keliru itu tidak akan pernah terlintas dalam benak seorang Muslim’
Tulang rusuk yang bengkok dalam
hadis diatas harus dipahami dalam pengertian majazi (kiasan), yang mengartikan bahwa suatu peringatan bagi para
lelaki agar menghadapi perempuan dengan bijaksana. Karena ada sifat, karakter,
dan kecenderungan mereka yang tidak sama dengan lelaki, hal mana bila tidak
disadari akan mengantar kaum lelaki untuk bersikap tidak wajar. Mereka tidak
akan mampu mengubah karakter sifat bawaan perempuan, kalaupun berusaha maka
akan berakibat fatal sebagaimana meluruskan tulang rusuk yang bengkok.
Dalam surah Al Isra ayat 70
ditegaskan bahwa
'Sesungguhnya kami telah memuliakan anak-anak Adam. Kami angkat mereka
di daratan dan di lautan (untuk memudahkan mencari kehidupan). Kami beri mereka
rezeki yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna
atas kebanyakan makhluk-makhluk yang kami ciptakan.'
Tentu kalimat anak-anak Adam
mencakup lelaki dan perempuan, demikian pula penghormatan Allah yang
diberikanNya itu, mencakup anak Adam seluruhnya baik lelaki maupun perempuan.
Sekaligus pemahaman ini juga dipertegas dengan ayat 195 Surah Ali ‘Imran yang
menyatakan:
Sebagian kamu adalah bagian dari sebagian yang lain, dalam arti
bahwa ‘sebagian kamu (hai umat manusia yakni lelaki) berasal dari pertemuan ovum
perempuan dan sperma lelaki dan sebagian yang lain(yakni perempuan) demikian
juga halnya.’ Kedua jenis kelamin ini sama-sama manusia. Tak ada perbedaan
antara mereka dari segi asal kejadian dan kemanusiaanya. Dan Allah mempertegas
bahwa
'Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal,
baik lelaki maupun perempuan' (QS 3:195).
Demikian terlihat bahwa Al Qur’an
mendudukan perempuan pada tempat yang sewajarnya serta meluruskan segala
pandangan yang salah dan keliru yang berkaitan dengan kedudukan dan asal
kejadiannya.
Hak-Hak Perempuan
Al Qur’an berbicara tentang
perempuan dalam berbagai ayatnya yang berisi tentang berbagai sisi kehidupan
perempuan termasuk hak dan kewajiban serta adapula uraian
keistimewaan-keistimewaan tokoh-tokoh perempuan dalam sejarah agama atau
kemanusiaan. Berikut beberapa hak yang dimiliki oleh perempuan menurut
pandangan Islam:
Hak-Hak Perempuan dalam Bidang Politik
Dalam surah Al Taubah ayat 71:
'Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka
adalah awliya’ bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh untuk mengerjakan yang
ma’ruf, mencegah yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka
taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.'
Ayat diatas dapat dipahami
sebagai kewajiban melakukan kerjasama antar lelaki dan perempuan dalam berbagai
bidang kehidupan yang dilukiskan dengan kalimat menyuruh mengerjakan yang ma’ruf
dan mencegah yang munkar. Dan kata awliya’ dalam pengertiannya, mencakup kerja
sama, bantuan, dan penguasaan, sedang pengertian yang dikandung oleh ‘menyuruh
mengerjakan yang ma’ruf mencakup segala segi kebaikan atau perbaikan kehidupan,
termasuk memberi nasihat(kritik) kepada penguasa. Dengan demikian setiap lelaki
dan perempuan muslimah hendaknya mampu mengikuti perkembangan masyarakat agar
masing-masing mereka mampu melihat dan memberi saran atau nasihat dalam
berbagai bidang kehidupan. Dan disisi lain Al Qur’an juga mengajak umatnya
(lelaki dan perempuan) untuk bermusyawarah, melalui ayatNya
'Urusan mereka (selalu) diputuskan dengan musyawarah' (QS 42:38)
Ayat ini dijadikan dasar pula
oleh banyak ulama untuk membuktikan adanya hak berpolitik bagi setiap lelaki
dan perempuan. Sejarah Islam banyak menunjukkan betapa kaum perempuan terlibat
dalam berbagai bidang kemasyarakatan, tanpa terkecuali. Kenyataan sejarah
menunjukkan sekian banyak di antara kaum wanita yang terlibat dalam soal
politik praktis. Ummu Hani misalnya, dibenarkan sikapnya oleh Nabi Muhammad
saw. Ketika memberi jaminan keamanan kepada sementara orang musyrik (jaminan
keamanan merupakan salah satu aspek bidang politik). Bahkan istri Nabi Muhammad
saw. Sendiri yakni Aisyah r.a., memimpin langsung peperangan melawan Ali ibn
Abi Thalib yang ketika itu menduduki jabatan Kepala Negara. Isu terbesar dalam
peperangan tersebut adalah soal suksesi setelah terbunuhnya Khalifah Ketiga
yaitu Utsman r.a. Peperangan itu kemudian dikenal dalam sejarah Islam dengan
nama Perang Unta (665 M) Keterlibatan Aisyah bersama sekian banyak sahabat Nabi
dan kepemimpinannya dalam peperangan itu, menunjukkan bahwa beliau bersama pada
pengikutnya itu menganut paham kebolehan keterlibatan perempuan dalam politik
praktis sekalipun. Suatu hal yang mengejutkan saat saya juga menemukan fakta
sejarah ini dari suatu artikel di situs berita besar dunia
global (lupa nyimpen linknya) yang berisi opini penulis tentang perempuan dalam Islam, padahal yang nulis jurnalis non-muslim.
Harus diakui bahwa ada sementara
ulama yang menjadikan firman Allah dalam Surah Al Nisa’ ayat 34: Lelaki-lelaki
adalah pemimpin perempuan-perempuan… sebagai bukti tidak bolehnya perempuan
terlibat dalam persoalan politik. Karena para ulama tersebut mengatakan
kepemimpinan berada di tangan lelaki, sehingga hak-hak berpolitik perempuan pun
telah berada di tangan mereka. Pandangan ini bukan saja tidak sejalan dengan
ayat-ayat yang dikutip di atas tetapi juga tidak sejalan dengan makna
sebenarnya yang diamanatkan oleh ayat yang disebutkan itu. Ayat tersebut
berbicara tentang kepemimpinan lelaki dalam hal ini suami terhadap seluruh
keluarganya dalam bisang kehidupan rumah tangga.
Hak-Hak Perempuan dalam Memilih Pekerjaan
Menurut sejarah Islam kaitannya
keterlibatan perempuan dalam pekerjaan, Islam membenarkan untuk mereka aktif
dalam berbagai aktivitas. Para perempuan boleh bekerja dalam berbagai bidang,
di dalam ataupun di luar rumahnya, sendiri atau bersama orang lain, dengan
lembaga pemerintah maupun swasta. Yang perlu digarisbawahi adalah selama
pekerjaan tersebut dilakukannya dalam suasana terhormat, sopan, serta selama
mereka dapat memelihara agamanya, serta dapat pula menghindari dampak-dampak
negatif dari pekerjaan tersebut terhadap diri dan lingkungannya. Nih notetomyself!.
Pekerjaan dan aktivitas yang
dilakukan oleh perempuan pada masa Nabi cukup beragam, seperti yang dikemukakan
sebelumnya nama-nama istri Nabi yang tercatat sebagai tokoh-tokoh yang terlibat
dalam peperangan. Keterlibatan perempuan dalam jihad. Di samping itu, ada pula
perempuan pada masa Nabi yang aktif dalam lain bidang pekerjaan. Ada yang
bekerja sebagai perias pengantin, seperti Ummu Salim binti Malhan, ada yang
menjadi perawat di medan perang, ada yang menjadi bidan dan sebagainya. Dalam
bidang perdagangan, istri nabi, Khadijah binti Khuwailid tercatat sebagai
seorang yang sangat sukses. Istri Nabi saw. yang lain, Zinab binti Jahsy juga
aktif bekerja sampai pada menyamak kulit binatang dan hasil usahanya itu beliau
sedekahkan. Raithah, istri sahabat nabi, Abdullah ibn Mas’ud juga sangat aktif
bekerja karena suami dan anaknya ketika itu tidak mampu mencukupi kebutuhan
hidup keluarga. Al Syifa’ perempuan yang pandai menulis ditugaskan oleh
Khalifah Umar r.a. sebagai petugas yang menangani pasar Kota Madinah.
Rasulullah saw. dalam hal ini
juga banyak memberi perhatian dan pengarahan kepada perempuan agar menggunakan
waktu sebaik-baiknya dan mengisinya dengan pekerjaan yang bermanfaat. Beliau
bersabda:
Sebaik-baik “permainan” seorang perempuan Muslimah di dalam rumahnya
adalah memintal/menenun. (Hadi diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari Abdullah
bin Rabi’ Al Anshari.)
Begitupula dibenarkan oleh Aisyah
r.a. bahwa ‘Alat pemintal di tangan perempuan lebih baik daripada tombak di
tangan lelaki'. Tetapi tentu saja tidak semua jenis pekerjaan yang ada pada masa
sekarang telah ada pada masa Nabi saw. Kemudian para ulama menyimpulkan bahwa
perempuan dapat melakukan pekerjaan apapun selama ia membutuhkannya atau
pekerjaan itu membutuhkannya dan selama norma-norma agama dan susila tetap
terpelihara.
Hak dan Kewajiban Belajar
Banyak sekali ayat Al Qur’an dan
hadis Nabi saw. yang berbicara tentang kewajiban belajar, baik kewajiban
tersebut ditujukan kepada lelaki maupun perempuan.
'Bacalah demi Tuhanmu yang telah menciptakan…..Keistimewaan manusia yang
menjadikan para malaikat diperintahkan sujud kepadanya adalah karena makhluk
ini memiliki pengetahuan' (QS 2:31-34)
Baik lelaki maupun perempuan
diperintahkan untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya: Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap Muslim (dan Muslimah). Al Qur’an
memberikan pujian kepada ulu al-albab, yang berzikir dan memikirkan tentang
kejadian langit dan bumi. Zikir dan pemikiran yang menyangkut hal tersebut akan
mengantar manusia untuk mengetahui rahasia-rahasia alam raya ini, dan hal
tersebut tidak lain dari pengetahuan. Mereka yang dinamai ulu al-albab tidak
terbatas pada kaum lelaki saja, tetapi juga kaum perempuan. Ini berarti kaum
perempuan dapat berpikir, mempelajari, dan kemudian mengamalkan apa yang mereka
hayati dari zikir kepada Allah serta apa yang mereka ketahui tentang alam raya
ini. Pengetahuan yang berkaitan dengan berbagai disiplin ilmu, sehingga
perempuan bebas mempelajari apa saja sesuai dengan keinginan dan kecenderungan
mereka masing-masing.
Para perempuan di zaman Nabi saw.
menyadari benar kewajiban ini, sehingga mereka memohon kepada Nabi agar beliau
mau menyisihkan waktu khusus untuk mereka menuntut ilmu pengetahuan dan
permohonan ini tentu dikabulkan oleh Nabi saw. Banyak perempuan pada masa Nabi
yang sangat menonjol pengetahuannya dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan
yang menjadi rujukan sekian banyak tokoh lelaki. Istri Nabi, Aisyah r.a. adalah
seorang yang sangat dalam pengetahuannya serta dikenal pula sebagai kritikus. Sampai-sampai
dikenal secara luas ungkapan Nabi Muhammad saw.:
Ambillah setengah pengetahuan
agama kalian dari Al Humaira’(Aisyah)
Dan juga masih banyak lagi nama perempuan
yang menjadi guru dari beberapa tokoh mazhab. Harus diakui bahwa bidang ilmu
yang terdapat pada masa awal Islam belum sebanyak dan seluas masa sekarang. Namun, Islam tidak membeda-bedakan antara satu disiplin ilmu dengan yang lainnya. Dalam
hal ini, Syaikh Muhammad ‘Abduh menulis:
‘Kalaulah kewajiban perempuan
mempelajari hukum-hukum agama kelihatannya amat terbatas, maka sesungguhnya
kewajiban mereka untuk mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan rumah tangga,
pendidikan anak, dan sebagainya yang merupakan persoalan-persoalan duniawai
(dan yang berbeda sesuai dengan perbedaan waktu, tempat, dan kondisi) jauh
lebih banyak daripada soal-soal keagamaan.’
Demikian sekilas hak dan
kewajiban perempuan dalam beberapa bidang. Tentunya masih banyak yang lain.
Kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa mereka, sebagaimana sabda Rasul saw.
adalah Syaqa’iq Al Rijal (saudara-saudara sekandung kaum lelaki) sehingga
kedudukannya serta hak-haknya hampir dapat dikatakan sama. Kalaupun ada yang
membedakan, maka itu hanyalah akibat fungsi dan tugas-tugas utama yang
dibebankan Allah pada masing-masing jenis kelamin, sehingga perbedaan yang ada
tidak mengakibatkan yang satu merasa memiliki kelebihan atas yang lain:
'Dan janganlah kamu iri hati
terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari
sebagian yang lain, karena bagi lelaki ada bagian dari apa yang mereka peroleh
(usahakan) dan bagi perempuan juga ada bagian yang dari apa yang mereka peroleh
(usahakan) dan bermohonlah kepada Allah dari karuniaNya. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu.' (QS 4:32)
Dapat dilihat bahwa sungguh Islam
tidak membatasi perempuan dalam banyak bidang, malah justru menghormati dan
memberi kedudukan yang pantas dan terpuji. Sangat sedih saat sekarang banyak
steorotype tentang perempuan yang masih dianggap rendah daripada laki-laki,
membatasi ruang gerak perempuan untuk berkarya melalui bidang yang mereka sukai.
Hanya karena budaya atau tradisi yang sebelumnya tidak pernah dilakukan
sehingga menimbulkan anggapan suatu hal yang tidak normal atau tidak pantas dilakukan
oleh seorang perempuan, padahal yang mereka lakukan masih dalam koridor-koridor
norma agama dan susila. Salah satu stereotypenya yaitu wanita karir atau wanita
yang belajar setinggi-tingginya demi mengejar apa yang dia tekuni maka sudah pasti tidak
dapat mengelola rumah tangganya dengan baik. Bagaimana bisa tau? Saya percaya
setiap perempuan sadar dan mengerti akan kodratnya, bawaan alamiah yang sudah
ada. Kalau kita berkata bahwa salah satu tugas utama perempuan adalah mendidik
anak-anaknya, bagaimana mungkin tugas pokoknya itu dapat mereka laksankan
secara baik kalau mereka tidak diberi kesempatan untuk belajar? Bukankah
perempuan adalah sekolah yang bila dipersiapkan dengan baik, mereka akan melahirkan
generasi yang cerdas?
Maha Benar Allah dalam segala firmanNya.
Demikianlah, semoga bermanfaat :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar